Ia mencontohkan beberapa di antaranya berasal dari aparat kelurahan yang bertugas mengeluarkan Surat Keterangan Tanah (SKT).
"Kemudian aparat kelurahan misalnya yang mengeluarkan SKT. Oknum juga. SKT itu siapa yang datang dikeluarkan SKT, Surat Keterangan Tanah, terutama di luar Jawa misalnya. Dan itu juga sumber sengketa nanti," kata dia.
Selain itu, kata Sofyan, ada juga oknum hakim yang menjadi bagian dari mafia tanah.
Ia mencontohkan kasus di Medan.
Sekira dua tahun lalu, seorang mafia tanah di Medan yang meruoakan sosok untouchable (tidak tersentuh) telah ditangkap.
Namun demikian, sosok tersebut kemudian menyuap hakim di pengadilan.
Baca juga: Mahfud MD Sarankan KY Kerja Sama dengan MA dan Pemerintah Berantas Mafia Tanah
"Di pengadilan dia menyuap hakim. Ditangkap oleh KPK. Hakimnya orangnya semua. Akhirnya tokoh ini sudah meninggal dunia sekarang. Dan tokoh ini untouchable sejak lama. Itu contoh di Medan," kata dia.
Sofyan mengungkapkan sejumlah upaya yang dilakukannya dalam memerangi mafia tanah selain memecat oknum pegawai BPN yang terbukti menjadi bagian dari mafia tanah.
Upaya tersebut, kata dia, di antaranya adalah memperbaiki sistem.
Saat ini, kata dia, pemerintah telah membuat aplikasi Sentuh Tanahku di mana masyarakst bisa memantau kondisi tanahnya.
Selain itu, kata dia, pemerintah telah mengeluarkan peraturan pemerintah yang menyatakan girik adalah indikasi kepemilikan tanah, dan bukan bukti kepemilikan tanah.
Hal itu, kata dia, karena girik banyak dipalsukan dan menjadi bola liar senhketa pertanahan.
Oknum tidak bertanggung jawab, kata dia, bisa saja memanfaatkan girik palsu untuk merampas tanah masyarakat melalui gugatan ke pengadilan.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga berupaya bekerja sama dengan aparat penegak hukum di antaranya melalui tim anti mafia tanah di Kementerian ATR/BPN.