Namun, setelah ia bertemu dengan seorang ilmuwan yang bekerja di BGKW yang bernama Van der Hoop, Mohammad Amir jatuh cinta pada museum.
Pada usia 22 tahun, setelah selesai mengikuti perang untuk mempertahankan kemerdekaan RI dari serangan Belanda, Amir (panggilannya pada masa itu) mulai berkerja di lembaga Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW).
Sejak saat itu, seluruh hidupnya diabdikan untuk kemajuan permuseuman di Indonesia.
Berkat keuletannya, Amir dipercaya menjabat sebagai sekretaris BGKW.
Setelah Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat mengundurkan diri sebagai Kepala BGKW, Amir ditunjuk menjadi pengganti.
Tugas berat yang dipikul oleh Amir adalah mepertahankan dan mengurus museum BGKW secara mandiri tanpa didukung dana dan didampingi ahli dari Belanda lagi.
Amir Sutaarga tidak hanya mengurus museum BGKW yang kemudian berubah menjadi Museum Pusat, tetapi juga merintis pengembangan museologi di Indonesia.
Jerih payah Amir Sutaarga dalam memajukan permuseuman di Indonesia telah menarik perhatian Komunitas Jelajah.
Pada acara Museum Awards tahun 2012, Amir Sutaarga memperoleh anugerah Life Time Achievement di bidang permuseuman.
Anugerah tersebut diberikan sebagai penghargaan atas jasanya di dunia permuseuman.
Kemudian pada 1 Juni 2013, setahun setelah menerima penghargaan, Bapak Permuseuman Indonesia, Amir Sutaarga meninggal dunia.
(Tribunnews.com/Katarina Retri)