Diketahui sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-undang, Kamis (7/10/2021).
Dalam UU tersebut, memuat salah satu aturan NIK menjadi NPWP.
Baca juga: Presiden Jokowi: Jaga dan Kawal Perkembangan Digitalisasi Keuangan Indonesia
Tanggapan Pengamat
Sementara itu Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menyebut tidak masalah jika ada pengintegrasian NIK ke NPWP.
Dilansir Kontan, Prianto mengatakan selama ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga sudah secara periodik mendapatkan pasokan data berupa NIK dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Tujuannya untuk pengawasan kepatuhan pajak orang pribadi dan data matching.
Namun tidak serta merta orang yang sudah memiliki KTP akan memiliki NPWP.
Baca juga: Penjelasan Dukcapil dan Menkeu Sri Mulyani soal Rencana NPWP Diganti NIK
Sebab, DJP masih harus mengecek apakah orang tersebut memiliki penghasilan di atas pendapatan tidak kena pajak (PTKP) atau tidak.
"Jika penghasilan orang pribadi tersebut masih di bawah Rp 54 juta sesuai pasal 7 UU Pajak Penghasila (PPh), secara otomatis dia belum wajib ber-NPWP,” kata Prianto kepada Kontan.co.id, Rabu (6/10).
Menurutnya sampai saat ini, batasan PTKP untuk orang pribadi tidak kawin masih di angka Rp 54 juta.
PTKP tersebut berubah jika statusnya kawin dan/atau memiliki tanggungan.
Ketentuan ini dapat diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Sehingga secara prinsip, orang pribadi harus ber-NPWP jika terpenuhi subjek dan objeknya secara bersamaan.
“Semisal ada orang ber-KTP, tapi tidak berpenghasilan di atas Rp 54 juta, dia belum wajib ber-NPWP karena subjek hukumnya suda ada, tapi objek pajaknya belum ada,” kata Prianto.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Kontan.co.id/Siti Masitoh)