News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Banyaknya Terpidana Mati yang Belum Dieksekusi Berdampak Terhadap Gangguan Keamanan di Lapas

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Pembinaan Napi Pelatihan Kerja dan Produksi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Binapi Latkepro Ditjenpas Kemenkumham) Thurman Hutapea, saat jumpa pers di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (10/9/2021).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Thurman Hutapea membeberkan sederet dampak bagi Lapas atau Rutan menyikapi banyaknya terpidana mati yang belum dieksekusi.

Pertama, kata Thurman, banyaknya terpidana mati yang belum dieksekusi membuat pihak lapas harus mengantisipasi ada gangguan kemanan dan ketertiban.

Menurutnya hal itu karena warga binaan yang sudah mendapatkan hukuman mati tidak lagi memiliki rasa takut lagi.

Hal tersebut disampaikannya dalam Webinar Hari Menentang Hukuman Mati bertajuk Masa Tunggu Hukuman Mati: Menunggu Grasi Atau Eksekusi yang digelar LBH Masyarakat pada Selasa (19/10/2021).

"Jadi dia sudah memunculkan perubahan perilaku rasa tidak patuh terhadap aturan," kata Thurman.

Kedua, para terpidana mati yang berlatar belakang kasus narkotika tidak akan segan melakukan perbuatan pengulangan lagi dengan bertindak sebagai pengendali peredaran dari dalam lapas.

Baca juga: Penyelundupan Narkoba di Lapas Kedungpane, Sabu dan Obat Keras Dimasukkan ke Dalam Bola Tenis 

Selain itu, kata dia, para terpidana mati ini juga berkontribusi terhadap angka kelebihan kapasitas yang saat ini rata-ratanya mencapai 103% meskipun masih di tataran kecil dengan jumlah terpidana mati 401 orang.

Dampak selanjutnya, kata dia, terjadi pemborosan anggaran.

Menurutnya, hal itu, karena ketidakpastian masa tunggu eksekusi yang dijalani banyak terpidana mati.

Sementara lapas atau rutan tetap harus memberikan hak-haknya baik hak makan, hak perawatan, maupun hak pengawasan.

Baca juga: Bareskrim Belum Dapat Izin Pindahkan Irjen Napoleon Bonaparte ke Lapas Cipinang

"Sementara kepastian belum kita dapatkan. Bisa saja kemungkinan diakhirnya nanti mereka dilakukan eksekusi padahal negara sudah sempat mengeluarkan anggaran untuk kebutuhan-kebutuhan selama mereka berada di dalam Lapas," kata dia.

Dampak berikutnya, kata dia, beban pengawasan yang lebih ekstra yang dilakukan petugas.

Ia mengatakan sampai saat ini jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) di Lapas dan Rutan di seluruh Indonesia belum memenuhi standar.

Sehingga, kata dia, faktor SDM kerap dijadikan alasan kurangnya pengawasan atau kurangnya program pembinaan.

Ia mencontohkan pemindahan seorang terpidana mati ke tempat yang tingkat pengamanannya lebih tinggi perlu dipertimbangkan matang-matang.

Baca juga: Video Beredar di Medsos, Komisi III DPR Minta Tindak Tegas Dugaan Praktik Bisnis Narkoba di Lapas

Hal itu karena untuk mengantisipasi tindakan menyimpang yang mungkin dilakukan para terpidana mati yang kemudian justru membebani Lapas atau Rutan.

"Karena kadang perjuangan sudah dilakukan, mengajukan grasi sudah dilakukan, belum juga ada kepastian, ini yang kita antisipasi jangan sampai dia bertindak di luar pemikiran kita sehingga menjadi beban bagi kita di dalam melakukan pengawasan maupun pembinaan terhadap yang bersangkutan," kata dia.

Sebelumnya Thurman menjelaskan hingga kini tercatat total ada 401 orang terpidana mati yang tersebar di sejumlah lapas atau rutan di Indonesia.

Sebanyak 171 orang di antaranya sedang menjalani masa tunggu eksekusi di atas 5 tahun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini