Karena itu, pemilihan Panglima TNI muncul dukung mendukung termasuk dari DPR.
Meski demikian, Arif menilai proses tersebut masih dalam situasi terkendali.
"Yang perlu dijaga adalah menjaga soliditas internal TNI agar tetap solid. Tapi setelah terpilih TNI harus satu komando, siapapun Panglima TNI-nya," paparnya.
Dengan demikian, Arif menyebut hal ini merupakan pekerjaan rumah bagi Panglima baru.
Di sini juga akan membuktikan rekam jejak karakter kepemimpinan masa lalu Panglima, apakah selalu solid di internalnya atau sebaliknya.
Arif mengakui, pada sisi lain, pemilihan Panglima TNI kali ini juga menunjukkan bahwa aturan belum sepenuhnya diikuti oleh para pejabat.
Misalnya Kasad yang baru tahun ini melaporkan LHKPN-nya.
Dimana seharusnya sudah harus melaporkan sejak pertama kali menjabat sebagai Kasad.
Dan juga adanya pelanggaran UU TNI sebagaimana disampaikan oleh ICW, ketika Kasau dan Kasad menjabat sebagai Komisaris Utama pada BUMN.
Jelas hal tersebut dilarang oleh UU TNI.
"Soal rangkap jabatan di BUMN dan soal LHKPN saya kira ini harus ditegakkan dan menjadi PR panglima TNI kedepan. Selain itu juga agar menunjukkan profesionalisme TNI," katanya.
Selain itu, situasi pemilihan Panglima TNI kali ini juga mengarah pada konflik internal matra, dimana terjadi dukung mendukung yang tidak sehat.
Ini sebagai bentuk politisasi jabatan Panglima TNI yang dijadikan batu pijakan untuk Pilpres 2024 nanti.
"Memang jabatan Panglima TNI strategis karena pasca purna rata-rata memiliki daya tawar politik sehingga dilirik oleh publik dan kekuatan politik," ucapnya.