Selain itu, dia menyinggung wacana presiden tiga periode atau penambahan masa jabatan dua atau tiga tahun yang sempat dihembuskan oleh mesin-mesin propaganda di media sosial oleh sekelompok pihak.
Berupaya menggoda Presiden Jokowi untuk mengentalkan kekuasaannya melebihi apa yang dibatasi Konstitusi, dengan berupaya mengusulkan amandemen Konstitusi.
"Menuju apa yang pernah digaungkan ratusan abad lalu oleh seorang raja, l’etat c’est moi. Negara adalah saya. Seakan-akan Presiden melebihi Konstitusi. Apa yang diinginkan Presiden, bahkan Konstitusi pun akan diubah sesuai dengan keinginan Presiden," kata Herzaky.
"Syukurlah sampai dengan saat ini, Presiden Joko Widodo tampak belum ada keseriusan mendorong wacana presiden tiga periode atau penambahan masa jabatan dua tiga tahun. Suatu sinyal positif yang patut kita jaga betul agar tidak mendadak berubah. Karena kalau sampai itu terjadi, demokrasi kita akan kembali ke masa kelam, bahkan lebih kelam dibandingkan dengan Orde Baru," tambahnya.
Catatan penting selanjutnya, kata Herzaky, adalah ruang untuk pihak yang berbeda. Banyak pihak yang berbeda pandangan dengan pemerintah, menghadapi konsekuensi yang sangat serius.
Dari doxing, serbuan fitnah, hoax, peretasan akun, sampai ke upaya perampasan kepengurusan yang sah seperti yang dialami Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Ketua Umum AHY.
Menurutnya, ada upaya sangat serius untuk menghancurkan kekuatan yang berbeda pandangan dengan pemerintah.
Ada abuse of power yang terjadi sangat nyata, tapi seakan pemerintah tak berdaya menghadapinya.
"Bahkan, propaganda melalui media sosial dengan memanipulasi opini publik dan menyerang pihak yang berbeda, dilakukan dengan sangat serius oleh pihak yang dekat dengan kuasa dan pengusaha kakap, seperti hasil penelitian Wijayanto dan Ward akhir-akhir ini," jelasnya.
"Harapan kita, pemerintahan Jokowi-Maruf Amin bisa turun dari jabatannya pada tahun 2024 dengan meninggalkan warisan iklim demokrasi yang lebih baik daripada situasi hari ini, di tengah kepungan money politics, post truth politics, dan identity politics, seperti yang berulang kali diingatkan oleh Ketum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono," tandasnya.