HAMDAN ZOELVA MENJAWAB (BAGIAN KEDUA)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum DPP Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) Hamdan Zoelva mengatakan jangan menyalahkan suatu anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai jika partai tersebut menjadi oligarki.
Melainkan salahkan Undang-Undang (UU) partai politik (parpol) yang mengaturnya.
Hamdan beralasan AD/ART dibuat berdasarkan pada UU Parpol.
Karenanya ketika seseorang didapuk untuk terus menjadi ketua umum partai berperiode-periode atau menjadi dinasti, maka hal itu sah-sah saja.
"Kalau hendak mengubah parpol agar berwajah publik maka ada dua caranya. Pertama, saya memberi solusi UU parpol itu harus menjadikan parpol itu benar-benar menjadi badan publik. Kedua, parpol seluruhnya dibiayai oleh negara, sehingga rakyat semuanya berkepentingan terhadap partai politik, sangat berkepentingan dikontrol rakyat secara langsung," ujar Hamdan, saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribunnetwork Febby Mahendra Putra dan News Manager Tribunnetwork Rachmat Hidayat, Selasa (19/10).
"Jadi begitu caranya, tidak langsung tembak pada AD/ART yang jauh di bawah, ini kan dari filosofisnya begitu. Jadi saya mengatakan kalau memang ada problem seperti itu ya UU-nya, bukan di anggaran dasar parpol," imbuhnya.
Baca juga: Kerap Berperkara di MK Melawan Yusril, Apakah Hamdan Zoelva Merasa Yusril Jadi Lawan Terberat?
Menurutnya anggaran dasar tiap parpol di Indonesia berbeda-beda.
Dia mencontohkan ada AD/ART yang mengharuskan adanya persetujuan dari ketua umum di sebagian besar agendanya.
Bisa saja itu dilihat sebagai pemikiran tidak demokratis, tapi pada kenyataannya hal itu dikehendaki anggota partainya dan mereka pun tetap bisa berjaya di pemilu.
"Walau ada yang menyatakan nggak demokratis, tapi kan mereka senang-senang saja kok dan mereka menang kok di pemilu. Jadi ini yang harus kita lihat, saya baca seluruh anggaran dasar parpol saya pelajari satu per satu, pandangan saya bisa tidak demokratis, tapi pada saatnya saya harus bijak gitu bahwa itulah kehendak anggota dan partainya menang kok," ucapnya.
Baca juga: Gugatan AD/ART Demokrat Disebut Terobosan Hukum, Hamdan Zoelva: Masalahnya Ditembak ke Satu Partai
Berikut petikan wawancara Tribunnetwork dengan kuasa hukum DPP Partai Demokrat Hamdan Zoelva :
Banyak yang mengatakan AD/ART itu tidak mencerminkan suatu organisasi yang demokratis, karena untuk KLB harus izin Ketua Majelis Tinggi dan sebagainya.
Itulah kedaulatan anggota. Anggota menghendaki begitu ya begitulah adanya. Ini yang diistilahkan dalam partai sebagai hak eksklusif dari anggota pemilik kedaulatan untuk menentukan aturan main dalam partai itu. Kalau aturan main itu yang mereka kehendaki ya kita terima, kecuali pelanggaran terhadap larangan-larangan yang dalam parpol ada. Masalah itu demokratis atau tidak demokratis, ukuran mana ukuran siapa.
Jadi terlepas orang memandang itu dinasti, tidak demokratis, tapi sepanjang itu kehendak anggota yang terwujud dalam kongres, artinya sah-sah saja?
Sah-sah saja, tidak ada orang bisa menggugat. Sah-sah saja itu.
Banyak orang melihat JR dari Yusril suatu upaya agar hukum ini tidak jumud, tidak hanya memperhatikan yang sifatnya legalistik, sehingga perlu ada supaya ada angin segar di dalam hukum. Bagaimana Anda melihat cara pikir ini?
Kalau saya masalah caranya, kalau ditembak ya ke seluruh partai politik itu oke-oke saja. Tapi kalau ditembak ke satu partai itu namanya politik. Oleh karena itu, untuk tidak jumud saya katakan ayok kita berpikir tentang UU parpol, jadi bukan di situ caranya. Ini kan satu partai yang ditembak, kalau semua partai diajukan oke kita ubah cara berpikirnya, oke kita ubah mindset pandangan negara tentang partai politik.
Sekarang Anda jadi kuasa hukum Partai Demokrat, berarti honor Anda kurang dari Rp100 miliar ya?
Itu rahasia dapur itu. Bisa lebih tinggi, bisa lebih rendah tapi kan nggak mau saya buka. Itu urusan dapur lawyer, karena kan bekerja secara profesional, pantas dan tidak pantas. Saya menetapkan kepada klien itu yang pantas gitu.
Apakah argumen itu tadi juga didiskusikan dengan SBY?
Semua kita diskusikan dengan Partai Demokrat. (Dengan SBY?) Nggak ada.
Nggak pernah ketemu dan ngobrol langsung dengan SBY?
Saya sampai sekarang belum ngobrol-ngobrol langsung dengan pak SBY soal urusan ini. Tapi dengan Partai Demokrat memang saya pikir cukup gitu, karena apa yang saya sampaikan prinsip-prinsip dasarnya, disetujui strateginya, dan prinsipnya oke, ya okelah bagi saya selesai.
Apakah Anda tahu dan sadar akan melawan Yusril yang ditunjuk sebagai kuasa hukum kubu Moeldoko? Lantas bagaimana pendapat Anda, apa ini bagian dari edukasi hukum?
Pertama, tentu saya tidak tahu pak Yusril mewakili mereka untuk ke MA urusan begini. Kedua, setelah saya tahu (Yusril ditunjuk), bagi saya ini menarik, karena apa yang ditulis dalam permohonan itu alasan-alasan yang sangat filosofis, mendasar tapi bagi saya apa yang ditulis itu adalah usaha untuk keluar dari norma hukum yang eksisting, jadi norma hukumnya jelas tidak rumit, sederhana, tapi dibikin tidak sederhana agar bisa masuk.
Yusril berargumen bahwa JR AD/ART ini sangat menentukan wajah demokrasi mengingat AD/ART bukan hanya mengikat kader internal tapi juga kepentingan publik.
Kalau memang begitu, jadi bukan AD/ARTnya yang dirubah, tapi UU-nya yang dirubah, karena AD/ART itu mendasarkan pada UU dan UUD. Karena itu, kalau hendak mengubah parpol agar berwajah publik maka ada dua.
Sepanjang UU parpol memberikan peluang kepada seseorang untuk terus menjadi ketum partai itu sah saja?
Sah-sah saja, mereka yang biayai partai kok, jadi anggota yang biayai sendiri kemudian pengurus partai juga yang membiayai lebih besar, masa diatur-atur lebih jauh, nah itu filosofi partai politik kita. Karena itu kalau filosofi itu diubah mungkin bisa berubah ini, tapi kalau sepanjang seperti itu, tidak bisa langsung menembak anggaran dasar orang.
Berarti bisa dikatakan saat ada satu partai bersifat oligarkis, bukan kesalahan partai melainkan kesalahan UU?
Betul sekali. Itulah yang harus diperbaiki, karena kalau saya baca semua anggaran dasar parpol yang ada di Indonesia sekarang ini itu beda-beda. Kalau orang lain baca 'oh partai ini sangat tidak demokratis, masa untuk melaksanakan kongres harus persetujuan ketua umum, masa untuk melaksanakan musyawarah daerah harus persetujuan ketua umum, masa untuk ketua di tingkat cabang harus persetujuan ketua umum, ada partai yang begitu, demokratis nggak?
Perseteruan kubu AHY dan Moeldoko sedikit berbeda. Banyak dari kubu AHY yang menanggapi dan berkomentar tapi dianggap keluar dari persoalan hukum, sementara dari kubu Moeldoko hanya melalui Yusril.
Tidak ada, ya memang mereka bebas saja. Anggota merasa berkepentingan, kan partainya diganggu mereka ngamuk, artinya bisa-bisa itu terjadi di partai mana saja.
Baca juga: Hamdan Zoelva: Sampai Sekarang Jujur Saya Belum Berkomunikasi dengan Yusril
Sepanjang Anda dan Yusril saling berhadapan, apakah saling berkomunikasi sebagai kolega?
Sampai sekarang jujur saya belum berkomunikasi, tapi kalau sebelumnya masing-masing konsultasi itu biasa. Ini nanya begini, kalau sebelumnya itu hal biasa saja. Saya diminta jadi ahli di banyak perkaranya pak Yusril juga biasa saja, atau saya minta pandangan-pandangan pak yusril terhadap suatu kasus itu biasa saja.
Tapi sekarang ini saya pending dulu urusan itu. Tapi bukan pending sebagai teman, tapi karena kita ingin menjalankan profesi ini dengan profesional.
Kapan terakhir kali Anda berkomunikasi dengan Yusril? Dan sebelum kasus ini, apakah sudah pernah berhadapan dengan Yusril atau ini pertama kali?
Kalau di MK sering sekali, cuma di MK itu saya memang hindari untuk ditunjuk sebagai kuasa maupun ahli di MK. Tapi teman-teman dari kantor saya itu banyak sekali perkara berhadapan dengan kantornya pak Yusril dan pada sisi lain dalam banyak perkara juga saya memberikan pandangan-pandangan terhadap kasus yang ditangani pak Yusril, walaupun saya tidak atau bukan dalam hal saling berhadapan.
Saya juga kerap diminta oleh pak Yusril memberikan keterangan ahli, misalnya di luar MK, itu sering kali. Jadi hubungan profesional selama ini tetap terjalin dan terakhir itu saya kira urusan pilkada kami kontak-kontakan, urusan pilkada itu banyak. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)