News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT KPK di Riau

KPK Gelar OTT, Dua Kepala Daerah Terjaring OTT dalam Sepekan

Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi KPK. Dalam artikel mengulas tentang KPK yang menggelar operasi tangkap tangan (OTT) dalam sepekan ini, Bupati Musi Banyuasin dan Bupati Kuantan Singingi terjaring OTT.

TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  menggelar operasi angkap tangan (OTT) di beberapa wilayah dalam sepekan ini. 

Pada Jumat (15/10/2021) lalu, KPK melakukan OTT di Kabupaten Musi Banyuasin.

Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan Bupati Musi Banyuasin, Dodi Reza Alex Noerdin.

Dodi Reza Alex Noerdin ditangkap bersama sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin.

Kasus yang menjerat anak dari mantan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin ini terkait pengadaan barang dan jasa infrastruktur di Kabupaten Musi Banyuasin. 

Baca juga: Pakai Rompi Oranye KPK, Andi Putra Ogah Sampaikan Sesuatu ke Masyarakat Kuansing

Sementara itu, selang tiga hari, KPK juga menggelar OTT di wilayah Riau. 

KPK melakukan operasi tangkap tangan sejumlah pihak di Kabupaten Kuantan Singingi atau Kuansing Riau pada Senin (18/10/2021) malam.

Kini, KPK telah menetapkan dua tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Riau.

Dua tersangka tersebut, ialah Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra (AP) dan General Manager PT Adimulia Agrolestari (AA) Sudarso (SDR).

Mereka disangkakan dalam kasus dugaan suap terkait perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuansing, Provinsi Riau.

Berdasarkan operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK dalam sepekan ini, terdapat dua kepala daerah yang terjaring. 

Keduanya, merupakan kader dari Partai Golkar.

Di mana Dodi Reza Alex Noerdin merupakan Bupati Musi Banyuasin periode tahan 2017-2022.

Sebelum menjadi Bupati, ia pernah menjadi anggota DPR RI Fraksi Golkar selama dua periode, yakni 2019-2014 dan 2014-2016.

Kemudian, Andi Putra merupakan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra sekaligus politikus Partai Golkar.

Bupati Musi Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex Noerdin bersama tiga orang lainnya yaitu Kadis PUPR Muba Herman Mayori, Kabid SDA / PPK Dinas PUPR Muba Eddi Umari dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy, ditahan setelah menjalani pemeriksaan, di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Sabtu (16/10/2021). TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin Terjaring OTT KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap sejumlah pejabat di lingkungan Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Termasuk Bupati Musi Banyuasin, Dodi Reza Alex Noerdin.

"KPK pada Jumat (15/10/2021) siang telah mengamankan 6 orang di wilayah Musi Banyuasin, Sumatera Selatan dan sekitar jam 20.00 WIB, KPK mengamankan dua orang di Jakarta," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dikutip Tribunnews.com dari kanal YouTube Kompas TV.

Dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Bupati Musi Banyuasin, KPK menyita uang senilai 1,5 miliar rupiah dan 270 juta rupiah di dua lokasi berbeda.

Kini, KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini.

KPK Jelaskan Alur Fee Pengadaan Barang dan Jasa yang Mengalir ke Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza

Diberitakan Tribunnews.com, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alur penerimaan suap atau fee untuk Bupati Musi Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex Noerdin.

Pembagian jatah dalam proyek infrastruktur daerah itu rupanya telah diatur sedemikian rupa melalui Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.

Adapun persentase pembagian fee proyek sudah diatur Dodi Reza

"DRA (Dodi Reza Alex Noerdin) sudah menentukan adanya persentase pemberian fee. "

"Fee itu terdiri dari setiap nilai proyek paket pekerjaan infrastruktur di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers, Sabtu (16/10/2021).

Pembagian fee sebesar 10 persen diketahui untuk Dodi Reza Alex Noerdin.

Sementara 3-5 persen untuk Kadis PUPR Kabupaten Muba, Herman Mayori, dan 2-3 persen untuk Kabid SDA/PPK Dinas PUPR Muba Eddi Umari serta pihak terkait yang saat ini masih didalami penyidik.

Tersangka Suhandy yang merupakan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara diketahui sebagai pemberi suap ke Dodi dan sejumlah pejabat Pemkab Muba.

Kemudian, PT Selaras Simpati Nusantara diketahui mendapatkan tender empat proyek di Muba.

KPK menduga dari empat proyek itu Dodi Reza Alex Noerdin akan mendapat commitment fee sebesar Rp 2,6 miliar.

Alex juga menduga para pejabat Muba yang terjaring OTT akan menerima sekitar 15 persen fee proyek.

Hal itu berdasarkan penyidikan sementara terhadap tersang bahwa akan ada fee dari setiap paket proyek tersebut.

"Jadi kita baca ada sekitar 15 persen fee minimum yang diterima oleh pejabat di Musi Banyuasin."

"Jika ditambah keuntungan perusahaan sekitar 15 persen, kemudian dikurangi PPN 10 persen artinya, dari nilai proyek hanya Rp 60 untuk pekerjaan, kalau nilai kontraknya Rp 100," tutur Alex.

Dalam OTT ini, KPK menetapkan empat tersangka.

Keempat tersangka penerima suap, ialah Dodi Reza Alex Noerdin selaku Bupati Bupati Musi Banyuasin periode 2017-2022, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori, Kepala Bidang SDA/PPK Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Eddi Umari, serta sebagai pemberi suap Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy.

Tanggapan Partai Golkar

Menanggapi hal tersebut, Partai Golkar pun menghargai dan menghormati proses hukum yang berlaku.

 "Kita hargai semua proses hukum yang sementara berjalan di KPK," kata Ketua Badan Advokasi Hukum dan HAM DPP Partai Golkar Supriansa kepada Tribun, Sabtu (16/10/2021). 

Supriansa belum dapat berkomentar lebih jauh, lantaran Badan Hukum dan HAM (Bakumham) Golkar sendiri baru mendapat info OTT tersebut dari media. 

"Namun jika kabar itu benar tentu kami turut prihatin dengan keadaan yang menimpa Pak Dodi," ucapnya. 

Dodi Reza Alex Noerdin merupakan Bupati Musi Banyuasin periode tahan 2017-2022.

Sebelum menjadi Bupati, ia pernah menjadi anggota DPR RI Fraksi Golkar selama dua periode, yakni 2019-2014 dan 2014-2016.

Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Andi Putra memakai rompi tahanan usai diperiksa di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (20/10/2021). (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

OTT KPK di Riau, Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra (AP) dan Pihak Swasta Diamankan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  telah menetapkan dua tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Riau.

Dua tersangka tersebut, ialah Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra (AP) dan General Manager PT Adimulia Agrolestari (AA) Sudarso (SDR).

Keduanya, disangkakan dalam kasus dugaan suap terkait perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuansing, Provinsi Riau.

Sebelumnya, KPK telah melakukan operasi tangkap tangan sejumlah pihak di Kabupaten Kuantan Singingi atau Kuansing Riau.

Petugas KPK melakukan OTT terhadap sejumlah pejabat di Kabupaten Kuansing pada Senin (18/10/2021) malam.

Hingga akhirnya KPK menetapkan Bupati Kuansing menjadi tersangka.

Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar sudah mengumumkan kasus OTT yang menyeret nama Bupati Kuansing di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (19/10/2021) malam.

"Setelah dilakukannya pengumpulan informasi dan berbagai bahan keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi yang dimaksud, KPK kemudian melakukan penyelidikan hingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup."

"Selanjutnya KPK meningkatkan status perkara ini pada tahap penyidikan dengan mengumumkan 2 tersangka,"

"Pertama AP, Bupati Kuansing periode 2021-2026 dan SDR, swasta, adalah seorang General Manajer PT AA," katanya, dikutip Tribunnews.com dari kanal YouTube Kompas TV.

Tanggapan Partai Golkar

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Adies Kadir merespons terjaringnya Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra dalam OTT KPK.

Diketahui, Andi Putra merupakan politikus Partai Golkar.

Adies Kadir mengatakan, pihaknya masih menunggu surat resmi dari KPK terkait dengan OTT tersebut.

Sehingga, pihaknya hingga kini belum dapat menyatakan upaya lebih lanjut terkait proses hukum yang dijalani Andi Putra.

Terpenting kata Adies, Partai Golkar akan memberikan bantuan pendampingan hukum kepada setiap kadernya jika diperlukan.

"Terkait Andi, kami masih nunggu, kami tidak mau berkomentar terlebih dahulu, tetapi prinsipnya seluruh kader Golkar yang butuh bantuan hukum, partai Golkar akan selalu bersedia melakukan pendampingan," ucapnya saat ditemui setelah agenda ziarah makam dan tabur bunga dalam rangka memperingati HUT Golkar di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Selasa (19/10/2021).

Baca juga: KPK Akan Dalami Keterlibatan DPRD Musi Banyuasin di Kasus Suap Proyek Dodi Reza Alex Noerdin

Konstruksi Perkara terjaringnya OTT Bupati Kuantan Singingi dan General Manager PT Adimulia Agrolestari (AA)

Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar menjelaskan tentang konstruksi perkara Bupati Kuantan Singingi dan  General Manager PT Adimulia Agrolestari (AA).

Untuk keberlangsungan kegiatan usaha dari PT Adimulia Agrolestari yang sedang mengajukan perpanjangan HGU dimulai pada tahun 2019 dan akan berakhir di tahun 2024 maka diajukan perpanjangan.

Di mana salah satu persyaratan untuk kembali memperpanjang HGU adalah membangun kebun kemitraan minimal 20 persen dari HGU yang diajukan.

Lokasi kebun kemitraan 20 persen milik PT Adimulia Agrolestari yang dipersyaratkan, terletak di Kabupaten Kampar di mana seharusnya berada di Kabupaten Kuansing.

Selanjutnya, agar persyaratan ini dapat terpenuhi, Sudarso mengajukan surat permohonan kepada Andi Putra selaku Bupati Kuansing dan meminta supaya kebun kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kampar disetujui menjadi kebun kemitraan.

"Kemudian, dilakukan pertemuan antara SDR dan AP."

"Dalam pertemuan tersebut AP menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya dibangun di Kabupaten Kuantan Singingi dibutuhan minimal uang Rp  2 miliar," ungkap Lili.

Adapun, keduanya diduga telah terjadi kesepakatan terkait adanya pemberian uang dengan jumlah tersebut.

Kata Lili, sebagai tanda kesepakatan, sekira bulan September 2021, diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh SDR kepada AP uang sebesar Rp 500 juta.

Lalu, pada 18 Oktober 2021, SDR diduga kembali menyerahkan kesanggupannya tersebut kepada AP dengan menyerahkan uang sekitar Rp 200 juta," imbuhnya.

Atas perbuatannya tersebut, Sudarso selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara, Andi Putra selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun untuk keperluan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan kepada para tersangka ini 20 hari pertama, mulai tanggal 19 Oktober-7 November di Rutan KPK.

(Tribunnews.com/Suci Bangun DS/Chaerul Umam/Fandi Permana/Rizki Sandi Saputra/Ilham Rian Pratama, Kompas.tv/Dea Davina)

Simak berita lainnya terkait OTT KPK

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini