News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pinjaman Online

Pakar Hukum: Fenomena Pinjol Ilegal Bukti Ketidakmampuan Negara Sejahterakan Masyarakat

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah tersangka dihadirkan pada Konferensi Pers Kasus Pinjaman Online (Pinjol) Ilegal di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (21/10/2021). Ditreskrimsus Polda Jabar menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus pinjol ilegal yang digerebek di Sleman, Yogyakarta, yaitu berinisial GT (24), MZ (30), AZ (34), RS (28), AB (23), EA (31), EM (26), dan RSS (28). Para tersangka terancam dijerat pasal berlapis mulai dari undang-undang ITE hingga TPPU dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum Abdul Fickar Hadjar menyatakan fenomena pinjaman online (pinjol) ilegal menjadi bukti ketidakmampuan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat kecil.

Menurut Fickar, pemerintah atau perbankan yang dikelola negara belum mampu untuk menjangkau masyarakat yang meminjam uang dengan pinjaman rendah.

"Pinjol ini harusnya menjadi beban negara juga. Makanya saya bilang, munculnya pinjol ini merupakan ketidakkemampuan negara sejahterakan masyarakat sehingga dia harus pinjam yang kecil-kecil itu. Inilah yang harus diakomodasi," kata Fickar dalam diskusi daring, Sabtu (23/10/2021).

Baca juga: Pakar Kritik Mahfud MD Soal Imbauan Tak Usah Bayar Pinjaman di Pinjol Ilegal

Fickar mengharapkan bank pemerintah bisa turut terlibat ke masyarakat untuk mengatasi pinjol ilegal tersebut. Khususnya, mereka harus bisa menjangkau debitur dengan pinjaman hanya berkisar Rp 1 juta hingga Rp 5 juta.

"Kalau pinjamannya tidak sampai Rp 5 juta agak sulit lah. Jaminannya apa? mungkin motor bekas yang tahun sekian bisa jadi jaminan. Tapi kalau pinjamannya cuma Rp 1 juta, apa yang mau jadi jaminan? apa yang mau disita dari peminjam yang cuma Rp 1 juta atau Rp 2 juta. Itu kan masyarakat atau konsumen dari pinjol ini masyarakat yang paling membutuhkan ya. Karena jumlahnya tidak terlalu besar antara Rp1 juta sampai Rp 5 juta," jelasnya.

Baca juga: Jerat Nasabah, Perusahaan Pinjol Ilegal Ada yang Bekerjasama dengan Pinjaman Online Legal

Kekosongan ini, kata Fickar, dimanfaatkan oleh pihak swasta untuk memunculkan pinjol ilegal. Ia menuturkan pinjol ilegal ini tidak terawasi hingga menimbulkan banyak korban di masyarakat.

"Ini kan sebenernya peran perbankan yang diambil pihak swasta yang jeli, yang melihat kebutuhan atau demand masyarakat itu tinggi sehingga mereka masuk. Mestinya negara duluan sebagai bagian dari tanggung jawab mensejahterakan kehidupan bangsa. Jadi perbankan terutama perbankan pemerintah punya tanggung jawab besar dari peristiwa pinjol ini," tukasnya.

Sejumlah tersangka dihadirkan pada Konferensi Pers Kasus Pinjaman Online (Pinjol) Ilegal di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (21/10/2021). Ditreskrimsus Polda Jabar menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus pinjol ilegal yang digerebek di Sleman, Yogyakarta, yaitu berinisial GT (24), MZ (30), AZ (34), RS (28), AB (23), EA (31), EM (26), dan RSS (28). Para tersangka terancam dijerat pasal berlapis mulai dari undang-undang ITE hingga TPPU dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Besaran Bunga Pinjaman Online Ilegal Tidak Rasional

Abdul Fickar Hadjar menegaskan pinjaman online ilegal terindikasi tidak rasional dalam memberikan suku bunga.

"Besaran bunga terus menerus naik apabila adanya wanprestasi atau gagal bayar," kata Abdul.

Menurutnya, tidak heran pinjaman online ini banyak dikeluhkan masyarakat karena debitur yang hanya meminjam Rp 1 juta harus membayar Rp 12 juta.

Baca juga: AFPI Sepakat Pangkas Bunga Pinjol Hingga 50 Persen

"Kasus-kasus yang ada itu memang seperti itu. Bunga tinggi sehingga membuat debitur tidak sanggup membayar," lanjutnya.

Hal inilah yang kemudian membuat kreditur melalui para debt collectornya mengancam debitur.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini