TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para karyawan bandara yang tergabung dalam Serikat Karyawan Angkasa Pura II (Sekarpura II) melayangkan protes kepada Presiden Jokowi terkait kewajiban tes PCR sebagai syarat perjalanan penumpang pesawat dengan rute Jawa dan Bali.
Dalam surat yang dikeluarkan DPP Sekarpura II, Jumat (22/10) kemarin, dan ditujukan kepada Presiden Jokowi, Sekarpura II mengungkapkan dukungan terhadap Instruksi Mendagri dan Surat Edaran Satgas Covid-19 terkait penerapan protokol kesehatan bagi pelaku perjalanan, dalam upaya mencegah penularan virus corona.
Namun, mereka menilai ada ketidakadilan dan ketidakberimbangan penerapan aturan hasil negatif tes PCR yang sampelnya diambil 2x24 jam sebelumnya sebagai persyaratan perjalanan dengan pesawat.
Sementara pelaku perjalanan dengan moda transportasi lainnya tetap diperbolehkan dengan hanya membawa hasil negatif tes antigen.
"Pada syarat menunjukkan PCR (H-2 hari) saat ini sangat banyak dikeluhkan oleh masyarakat yang menjadi para pelanggan kami, yaitu para pengguna jasa transportasi udara. Dan timbul pertanyaan dari mereka bahwa mengapa hanya khusus pengguna jasa transportasi udara yang diwajibkan menggunakan PCR (H-2), sementara pengguna transportasi lainnya bisa hanya cukup menggunakan antigen (H-1)," tulis Sekarpura II dalam suratnya kepada Presiden Jokowi tertanggal 22 Oktober 2021 itu.
Baca juga: Harga PCR di Bali Mendadak Melambung Hingga Rp 1,9 Juta, YLKI: Harga Dipermainkan Demi Cuan
Sekarpura II kemudian menyampaikan pandangan mereka terkait kebijakan diskriminatif bagi pelaku perjalanan dengan transportasi udara.
Pertama berkaitan dengan kesiapan bandara sebagai fasilitas utama angkutan udara, dengan stasiun dan terminal yang jauh memiliki potensi penularan COVID-19 lebih besar.
Padahal, pihaknya meyakini bandara sampai saat ini masih menjadi tempat teraman dan tertib dalam pencegahan COVID-19.
Mulai dari fasilitas pendukung hingga tertibnya penggunaan aplikasi PeduliLindungi saat penumpang check in.
"Setiap pilot dan cabin crew sudah diberikan vaksin dosis lengkap, bahkan pada kesempatan pertama karena menjadi prioritas utama. Selalu dilakukan penyemprotan disinfektan di dalam pesawat. Kru kabin setiap saat melakukan pengecekan dan menegur penumpang yang tidak mengindahkan protokol kesehatan, termasuk menggunakan maskernya dengan benar saat selama di dalam pesawat. Serta, setiap pesawat udara telah dilengkapi teknologi pengelolaan udara yang baik bernama High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter atau penyaringan partikel yang kuat," jelas mereka.
Baca juga: Syarat Wajib Tes PCR Dinilai Diskriminatif, YLKI Soroti Mafia yang Diduga Mainkan Harga
Kedua, Sekarpura II mengaitkan dengan lama waktu dan risiko proses interaksi selama perjalanan.
Contohnya, perjalanan dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, menuju Bandara Sultan Mahmud Badaruddin Palembang hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam 5 menit.
Sedangkan dengan transportasi darat via tol dan kapal penyeberangan membutuhkan waktu 8 jam 1 menit, yang belum dihitung apabila berhenti di rest area.
Begitu juga contoh lainnya ketika naik pesawat dari Bandara Soetta menuju Bandara Juanda hanya membutuhkan waktu 1 jam 25 menit, namun dengan transportasi darat bisa sampai 8 jam 54 menit.
Itu pun kalau kondisi jalanan lancar dan belum termasuk berhenti di rest area.
"Hal ini belum termasuk mempertimbangkan banyaknya titik-titik tempat berkumpul/berinteraksi yang berisiko terjadi penularan selama menempuh perjalanan saat di rest area, kapal, dan titik lainnya. Sehingga dengan perbandingan di atas tentu dapat dinilai bersama oleh masyarakat tingkat risiko penularan virus COVID-19 lebih rendah pada transportasi udara dibandingkan jika dengan transportasi darat," tutur dia.
Dan poin ketiga adalah berkaitan dengan kelengkapan fasilitas laboratorium PCR dan sosial kemasyarakatan.
Sekarpura II menyoroti belum meratanya fasilitas testing lab PCR. Belum semua laboratorium bisa mengeluarkan hasil dalam waktu yang cepat.
Padahal, masa berlaku tes PCR bagi penumpang pesawat maksimal 2x24 jam. Di samping itu, harga tes PCR rata-rata masih di atas Rp 500 ribu.
"Tentu menjadi permasalahan tersendiri ketika ada kebutuhan mendesak dari masyarakat dalam hal jika ada yang tertimpa kemalangan, seperti anggota keluarga sakit keras atau meninggal dunia sehingga harus segera didatangi. Tentu sangat memberatkan bagi masyarakat tersebut karena harus menunggu keluar hasil tes PCR terlebih dahulu dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit," ungkap mereka.
"Maka dari itu, kami mempertanyakan di mana letak rasa kemanusiaan pemerintah saat ini terhadap hal-hal tersebut, yang dialami masyarakat yang juga sebagai pengguna jasa transportasi udara. Sedangkan di satu sisi, menurut pandangan kami bahwa transportasi udara seharusnya adalah sebagai sarana transportasi yang paling cepat, nyaman, dan aman saat ini," ujar Sekarpura II.
Meski demikian, Sekarpura menyampaikan mereka mengerti maksud pemerintah menerapkan protokol yang ketat bagi masyarakat.
Aturan itu bermaksud mencegah terjadinya penularan Covid-19. "Semoga penerapan persyaratan wajib PCR untuk para pelanggan pengguna jasa layanan transportasi udara dapat dikaji kembali," tutup Sekarpura II.(tribun network/har/dod)