Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan 7 saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing yang menewaskan 6 anggota eks Laskar FPI.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, saksi Ratih binti Harun yang dihadirkan dalam sidang secara virtual ini menyebut, saat kejadian seorang yang diketahui merupakan anggota Laskar FPI sempat berteriak kepada petugas saat dilakukan penggeledahan.
Menurut Ratih, hal itu bermula saat seorang petugas kepolisian yang menggunakan celana pendek keluar dari mobil dan memegang senjata api.
Kala itu, kata dia, seorang anggota polisi tersebut melakukan penggeledahan dan menyuruh empat orang anggota Laskar FPI untuk turun dari mobil dengan kondisi tiarap.
"Ada seorang memakai celana pendek bawa pistol, pistolnya mengetuk pintu suruh keluar. 'Keluar.. keluar...' Terus keluar sendiri, pintu (mobil Chevrolet Spin) sebelah kiri yang keluar 4 orang, satu satu keluar, terus disuruh tiarap," kata Ratih dalam persidangan menceritakan kejadian tersebut, Selasa (26/10/2021).
Ratih sendiri merupakan seorang penjaga rumah makan bernama Megarasa yang letaknya berada di Rest Area KM50 Cikampek, lokasi di mana insiden itu terjadi.
Baca juga: Hari ini, 8 Saksi Dihadirkan Dalam Sidang Lanjutan Unlawful Killing Tewasnya 6 Anggota Laskar FPI
Kembali kepada kesaksian Ratih, perempuan paruh baya itu menyebutkan, saat diminta tiarap oleh petugas yang membawa pistol tersebut, seorang anggota Laskar FPI sempat berteriak.
Adapun teriakan itu dilantangkan dalam kondisi tiarap untuk meminta petugas tidak melakukan tindakan terhadap temannya.
Hanya saja, tidak diketahui siapa anggota Laskar FPI yang berteriak tersebut.
"Yang tiarap satu orang teriak 'jangan diapa-apain temen saya', itu teriak terus beberapa kali," ucap Ratih.
Setelah melontarkan teriakan tersebut, Ratih mengatakan, keempat eks anggota Laskar FPI itu diarahkan untuk masuk ke dalam mobil Xenia milik petugas.
"Udah beres langsung dinaikin mobil. Abis itu nggak liat lagi dikemanakan," katanya.
Baca juga: Besok, PN Jakarta Selatan Gelar Sidang Lanjutan Perkara Unlawful Killing Menewaskan 6 Laskar FPI
Diketahui dalam sidang lanjutan hari ini, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan tujuh orang saksi yang hadir dan bersaksi melalui sambungan virtual.
Keseluruhan saksi tersebut di antaranya Enggar Jati Nugroho, Toni Suhendar yang merupakan anggota kepolisian RI (Polri); Karman Lesmana bin Odik; Hotib alias Badeng; Esa Aditama, dan Ratih binti Harun serta Eis Asmawati yang keduanya merupakan penjaga rumah makan di Rest Area KM 50 Cikampek.
Upaya Rebut Senjata
Sebelumnya dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa penuntut umum (JPU) terungkap adan upaya perebutan senjata yang dilakukan empat anggota eks Laskar Front Pembela Islam (FPI) dengan para terdakwa kasus dugaan tindakan pembunuhan di luar hukum yang merupakan anggota Kepolisian RI.
Jaksa mengatakan hal itu bermula, saat terdakwa Briptu Fikri Ramadhan, beserta terdakwa IPDA Elwira Priadi Z (almarhum), dan IPDA M Yusmin Ohorella melakukan pengamanan kepada empat anggota eks Laskar FPI setelah melakukan penembakan yang menewaskan 2 anggota Laskar FPI di KM 50, Cikampek.
Di mana keempatnya bernama Luthfil Hakim, Muhamad Suci Khadavi Poetra, Akhmad Sofiyan, dan M. Reza.
Perebutan senjata itu bisa terjadi karena para terdakwa tidak melakukan pengamanan dengan memborgol atau mengikat tangan para anggota eks Laskar FPI.
Diketahui, dalam mobil tersebut, tiga anggota eks Laskar FPI duduk di jok paling belakang mobil, sedangkan Briptu Fikri Ramadhan duduk di jok tengah bagian kiri bersama dengan Lutfil Hakim.
Baca juga: Di Persidangan Muncul Fakta Baru Tewasnya Laskar FPI, Termasuk Penyebab Terjadinya Penembakan
Selang beberapa meter mobil tersebut melaju dari KM 50, M Reza yang duduk di belakang langsung mencekik terdakwa Fikri, karena kondisi tangan yang tidak diborgol sedari awal penangkapan.
"Ternyata belum terlalu lama perjalanan dari Rest Area KM 50 tepatnya di KM 50+200 tiba-tiba salah satu anggota FPI yang sejak semula tidak diborgol atau tidak diikat (tangannya) benama M Reza (almarhum) duduk sebelah kiri kursi belakang tepatnya dibelakang terdakwa (Fikri) dengan seketika mencekik leher terdakwa," kata jaksa membacakan dakwaan dalam persidangan di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/10/2021).
Melihat kondisi tersebut, rekan dari Reza yakni Lutfil Hakim yang duduk di samping Fikri membantu Reza untuk mencekiknya dan berupaya merampas senjata api yang dimiliki Fikri.
Sedangkan anggota Laskar FPI lainnya, Akhmad Sofiyan dan Muhammad Suci Khadavi Poetra juga turut membantu kedua temannya dengan cara mengeroyok dan menjambak rambut Fikri.
Baca juga: Eks Anggota Laskar FPI Sempat Berebut Senjata dengan Polisi hingga Akhirnya Tewas di Dalam Mobil
"Namun, terdakwa (Fikri) belum bisa mereka lumpuhkan atau mereka tidak dapat merampas senjatanya," ucap Jaksa.
Pada saat terjadinya pengeroyokan dan adanya usaha perebutan senjata tersebut, Fikri berteriak minta tolong kepada rekannya yang duduk di bagian depan.
Seketika, IPDA Yusmin yang merupakan pengemudi dari mobil ini menoleh ke belakang dan seketika memperlambat kendaraan sambil meminta terdakwa IPDA Elwira Priadi (almarhum) untuk mengantisipasi hal tersebut.
"Mendengar teriakan tersebut saksi IPDA Mohammad Yusmin Ohorella menoleh ke belakang dan memberikan aba-aba atau isyarat kepada IPDA Elwira Priadi (almarhum) dengan mengatakan wirrr,,, Wirrr,,, Awasss Wirrr!", ucap jaksa.
Namun, bukannya menghentikan kendaraan atau melakukan tindakan persuasif, IPDA Elwira Priadi malah melesatkan tembakan timah panas yang berada di tangannya ke arah Lutfil Hakim dan ke arah Akhmad Sofyan.
Akhirnya, peluru tersebut kata jaksa mengenai bagian dada para korban hingga menembus ke bagian pintu bagasi mobil yang ditumpanginya.
"Hingga mengenai sasaran mematikan tepat di dada sisi kiri Akhmad Sofiyan sebanyak 2 (dua) kali tembus ke kaca bagasi belakang mobil Xenia warna silver," beber jaksa.
Setelah selesainya penembakan yang dilakukan IPDA Elwira Priadi Z (almarhum) dan melihat keadaan Fikri sudah merasa aman dan terlepas dari cekikan M Reza maupun jambakan Muhammad Suci Khadavi Poetra kemudian keadaan dan situasi di atas mobil tidak ada lagi perlawanan.
Terlebih saat itu, Lutfil Hakim dan Akhmad Sofiyan telah tewas.
Akan tetapi, penembakan itu kembali dilakukan oleh terdakwa Briptu Fikri Ramadhan yang kali ini menyasar M Reza dan Suci Khadavi Poetra di mana kondisi sudah tidak memiliki senjata dan tidak ada perlawanan.
"Selanjutnya terdakwa (Fikri Ramadhan) tanpa berfikir lalu mengarahkan kembali senjata apinya dan menembakkan lagi ke arah Muhammad Suci Khadavi Poetra dan tepat mengenai sasaran yang mematikan di dada sebelah kiri sebanyak 3 (tiga) kali," ujarnya.
Dalam perkara ini para terdakwa didakwa telah melakukan penganiayaan yang membuat kematian secara sendiri atau bersama-sama terhadap 6 orang anggota eks Laskar FPI.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, dengan sengaja merampas nyawa orang lain," kata jaksa.
Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.