Elektabilitas Capres Alternatif dengan Cluster Tokoh muncul nama Ustad Abdul Somad dengan elektabilitas 16% , Din Syamsudin 6% dan Habib Luthfi 5,6%.
Elektabilitas Capres alternatif dengan Cluster Politisi ada nama Khofifah 10% Zainudian Amali 9,5% dan Mahfud MD 9,1% .
Elektabilitas Capres alternatif dengan Cluster Profesional ada nama Sandiaga Uno 30%, Ridwan Kamil 25% dan Nadim Makarim 9%.
Yasin Mohammad mengatakan, nama-nama potensial diatas memiliki modal elektoral dan berpotensi menjadi cawapres alternatif pada Pemilu 2024.
Sedangkan elektabilitas Parpol, LSIN melakukan survei dengan simulasi pertanyaan Top of Mind maupun pertanyaan tertutup.
Dengan simulasi pertanyaan tertutup saat responden diajukan pertanyaan jika Pileg dilaksanakan hari ini anda memilih partai apa?.
Temuan survei LSIN menunjukkan saat ini 3 Parpol terbesar elektabilitas adalah PDIP dengan elektabilitas 18%, disusul kemudian Gerindra 14% dan Golkar 11,6% urutan keempat demokrat 11,2%.
Sedangkan di parpol berbasis dukungan Islam partai PKS stabil elektabilitas di angka 7%, PKB 6,4% selebihnya masih berada di bawah 3% untuk Parpol berbasis masa Islam.
Merujuk pada temuan tersebut, menurut Yasin Mohammad, Partai Golkar cenderung mengalami penurunan elektabiltas jika dibandingkan tren survei-survei elektabilitas sebelumnya.
Sementara Partai Demokrat mengalami tren kenaikan elektabilitas. Dengan situasi Pemilu masih panjang elektabilitas berpotensi fluktuatif namun diperkirakan tetap akan didomonasi oleh Parpol nasionalis yaitu PDIP, Gerindra, Golkar dan Demokrat.
Melihat temuan survei tersebut Prof. Lili Romli bahwa parpol berbasiis masa Islam cukup dilematis, selain tidak bisa di papan atas juga terbentur konflik perpecahan.
“Parpol Islam kesulitan naik, berada di midle class. Sudah begitu mengalami perpecahan seperti PKS dan PAN”. Ujar Prof Lili Romli.
Sementara itu, Abdul Azis (Dirketru Riset Dialektika Institute) berharap publik dapat memilih Capres secara cerdas.
Survei LSIN ini menjadi edukais politik bagi publik. Apalagi memunculkan tokoh-tokoh alterntaif. Jangan sampai publik nanti memilih Capres hanya karena popularitasnya saja namun juga kinerjanya.