Oleh karenanya, Jokowi membagikan perspektif 'menjadikan hutan bagian dari aksi iklim global'.
"Pertama perhatian harus mencakup seluruh jenis ekosistem hutan. Tidak hanya hutan tropis, tapi juga hutan iklim sedang dan boreal," jelas Jokowi.
Hal ini karena kebakaran hutan bisa berdampak pada emisi gas rumah kaca dan keanekaragaman hayati apapun jenis ekosistemnya.
Terkait pengelolaan hutan, Indonesia juga telah mengubah paradigma dari manajemen produksi hutan menjadi manajemen lanscape hutan sehingga pengelolaan areal hutan menjadi lebih menyeluruh.
"Selain itu melakukan restorasi ekosistem mangrove hutan mangrove yang berperan dalam menyerap dan menyimpan karbon," tambah Jokowi.
Baca juga: Jokowi dan seratus pemimpin dunia di KTT Perubahan Iklim janji akhiri deforestasi tahun 2030
Untuk diketahui, Indonesia saat ini memiliki lebih dari 20 persen total mangrove dunia atau setara dengan luas 3,3 juta hektar.
Hutan mangrove di Indonesia ini, kata Jokowi, bahkan terbesar di dunia.
"Kedua mekanisme insentif harus diberikan pengelolaan hutan secara berkelanjutan," kata Jokowi.
Menurut Jokowi, sertifikasi dan standar produksi harus disertai market insentif dan harus didasarkan pada parameter yang diakui secara multilateral.
Sehingga, akan berfungsi dalam mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
Bukan malah menjadi hambatan dalam perdagangan.
"Sertifikasi dan standar produksi harus didasarkan pada parameter yang diakui secara multilateral dan tidak dipaksakan secara unilateral dan berubah-ubah. Sertifikasi harus berkeadilan sehingga berdampak pada kesejahteraan utamanya para petani kecil."
Ini dilakukan agar pengelolaan hutan sejalan dengan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.
Baca juga: Soal Perubahan Iklim, Presiden Putin Akui Dampaknya Sangat Keras Melanda Rusia
"Ketiga, mobilisasi dukungan pendanaan dan teknologi bagi negara berkembang. Komitmen harus dilakukan melalui aksi nyata," jelas Jokowi.