Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyatakan DPR RI wajib melibatkan dan meminta pendapat publik, lembaga-lembaga negara independen dan/atau pakar kredibel dalam menguji calon panglima yang akan datang misalnya dengan melibatkan Komnas HAM dan KPK serta lembaga-lembaga masyarakat sipil lainnya.
Selain itu, Koalisi juga mendesak DPR menguji secara serius komitmen calon panglima TNI atas Demokrasi, HAM, pemberantasan korupsi dan lainnya.
"Khususnya dugaan keterkaitan KSAD Jenderal Andika Perkasa dalam pembunuhan Theys Hiyo Eluay dan kepemilikan harta kekayaan dengan jumlah fantastis tersebut," kata Koalisi Masyarakat Sipil dalam siaran pers yang diterima pada Kamis (4/11/2021).
Koalisi juga mendesak Presiden RI melanjutkan dan membentuk Tim Percepatan yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI untuk melakukan reformasi dan transformasi TNI.
Selain itu Koalisi juga mendesak Komnas HAM melakukan pengujian segera terhadap dugaan peranan Andika Perkasa dalam kasus pembunuhan Theys Eluay pada November 2001.
Desakan tersebut di antaranya muncul karena Koalisi menilai langkah Jokowi yang mengusulkan Andika sebagai calon Panglima TNI mengandung tiga permasalahan serius.
Pertama, kata Koalisi, Presiden RI telah mengesampingkan pola rotasi matra yang berlaku di era Reformasi dalam regenerasi Panglima TNI sebagaimana norma yang berlaku pada Pasal 13 ayat (4) dalam Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004.
Kedua, Presiden RI telah mengajukan nama yang rekam jejaknya masih perlu pengujian oleh lembaga negara yang independen di bidang hukum, HAM, dan pemberantasan korupsi dalam hal ini, Komnas HAM dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ketiga, perkembangan ancaman keamanan kawasan yang maritim sentris dewasa ini membutuhkan perhatian yang lebih besar di sektor kelautan," kata Koalisi.
Koalisi juga menjelaskan sejumlah catatan penting terkait hal tersebut.
Pertama, usulan nama Andika sebagai Panglima TNI yang baru merupakan pilihan yang keliru karena mengabaikan pola kebijakan berbasis pendekatan rotasi.
Baca juga: Fraksi PAN Beberkan Pekerjaan Rumah untuk Jenderal Andika Perkasa Sebagai Calon Panglima TNI
Jika merujuk pada Pasal 13 ayat (4) UU TNI, kata Koalisi, maka jabatan Panglima TNI dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
Penerapan pola rotasi, kata Koalisi, akan menumbuhkan rasa kesetaraan antar-matra, kesimbangan orientasi pembangunan postur TNI, serta kesempatan yang sama bagi perwira tinggi TNI, tanpa membedakan asal matra.