Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum dua terdakwa perkara Unlawful Killing, Herny Yosodiningrat memberikan tanggapan terkait pernyataan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) pada persidangan, Selasa (9/11/2021) ini.
Henry menilai keterangan dari saksi yakni di antaranya Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat dan Kasubdit III Resmob Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Handik Zusen justru membeberkan kalau kliennya yakni terdakwa Briptu Fikri Ramadhan mengalami penganiayaan.
Hal itu terjadi kata dia, saat adanya upaya perebutan senjata api oleh empat Laskar FPI di dalam mobil saat ingin menuju ke Mapolda Metro Jaya.
"Dari semua keterangan saksi setelah dikonfirmasi dengan terdakwa, terdakwa membenarkan bahwa benar mereka mengalami penganiayaan dan sebagainya," kata Henry kepada awak media saat ditemui usai persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Baca juga: Kasubdit Resmob Sebut Anggota Laskar FPI Sempat Ambil Alih Senjata Api Milik Briptu Fikri
Atas hal itu, Henry menyebut kalau seluruh saksi yang telah dihadirkan jaksa pada persidangan tersebut sejauh ini belum memberatkan terdakwa.
"Jadi sejauh ini belom ada saksi yang memberatkan tersebut," singkat Henry.
Tubagus Sebut Penembakan Dilakukan Secara Spontan
Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan di luar hukum alias unlawful killing, Selasa (9/11/2021).
Diketahui dalam perkara yang menewaskan 6 anggota eks Laskar FPI ini turut menjerat dua anggota Polda Metro Jaya sebagai terdakwa yakni Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella.
Dalam sidang lanjutan ini, Tubagus turut menjabarkan terkait dengan standar operasional prosedur (SOP) penggunaan senjata api (senpi) oleh petugas kepolisian saat menjalankan tugas.
Hal itu bermula saat Jaksa menanyakan soal laporan yang diterima Tubagus sebagai pimpinan, kala kejadian penembakan yang terjadi di dalam mobil saat empat anggota laskar FPI ingin di bawa ke Polda Metro Jaya dari rest area KM.50 Cikampek.
"Mereka (anggota Polda Metro Jaya) melaporkan seperti apa, apa yang terjadi di dalam mobil?," tanya jaksa dalam persidangan.
"Hasil laporan daripada anggota, pada saat di dalam mobil itu dipertanyakan kepada mereka. Saat mobil berjalan tidak terlalu lama dari lokasi rest area KM.50 mereka diserang oleh ke 4 anggota laskar tersebut diserang dan juga untuk merebut senjata, ini hasil laporan," jawab Tubagus.
Atas penyerangan yang dilakukan anggota laskar FPI itu, Tubagus menyebut anggotanya melakukan perlawanan sehingga melesatkan tembakan ke arah anggota Laskar FPI.
Adapun penyerangan dari anggota laskar FPI yang dimaksud Tubagus yakni, mencekik leher dan berupaya merebut senjata api milik terdakwa Fikri.
"Kemudian secara spontan, mereka (anggota polisi) mengambil langkah untuk mengamankan daripada senjata tersebut, kemudian mereka melakukan tembakan ke arah anggota laskar dan akibatnya meninggal dunia, itu yang dilaporkan anggota," beber Tubagus.
Mendengar pernyataan Tubagus, jaksa lantas menanyakan terkait ada atau tidaknya SOP dari kepolisian soal penggunaan senjata api.
Tubagus mengatakan, SOP itu ada dan hingga kini masih berlaku yang di mana salah satu indikatornya yakni, senjata api bisa digunakan oleh anggota kepolisian jika berada dalam kondisi tertekan dan membahayakan.
"Penggunaan senjata api itu ada SOP nya, salah satu indikator penggunaan senjata api itu adalah digunakan ketika sudah membayakan diri dan masyarakat, maka senjata wajar dan patut digunakan ketika serangan yang dilakukan itu membahayakan jiwa baik terhadap dirinya maupun orang lain," kata Tubagus.
Jaksa kemudian kembali mencecar Tubagus dengan menanyakan teknis penembakan yang seharusnya dilakukan oleh pihak kepolisian jika sudah menghadapi kondisi seperti itu.
Dalam hal ini, jaksa bertanya soal bagian tubuh mana yang sewajarnya dijadikan sasaran oleh pihak kepolisian.
"Digunakan senjata api jika sesuai SOP itu menyasar bagian tubuh seperti apa?," tanya jaksa.
Menjawab pertanyaan itu, Kombes Tubagus mengatakan, pelesatan tembakan itu hanya dikhususkan untuk melumpuhkan target.
Namun, kondisi yang terjadi pada insiden itu, Tubagus mengatakan, keadannya tidak dalam posisi normal, sebab berada di dalam mobil dengan ruang yang sempit.
Alhasil, penembakan itu dilakukan dalam keadaan spontan, sebab berdasarkan laporan yang diterima Tubagus, bagian tubuh yang terlihat hanya posisi badan ke atas.
"Kalau dalam kondisi normal itu ditujukan untuk melumpuhkan, tetapi dalam kondisi yang dilaporkan oleh anggota itu kondisinya spontan, kejadian itu secara spontan dalam ruangan yang sempit dalam mobil posisi yang terlihat adalah bagian (tubuh) atas karena di dalam mobil," beber Tubagus.
"Kalau menanyakan kondisi sesuai SOP saya menjawabnya kondisi normal, tetapi ini berada dalam kondisi lingkungan yang terbatas (di dalam mobil) situasi cukup mencekam dan kemudian dilakukan tembakan oleh anggota polisi terhadap bagian (tubuh) yang terlihat. Itu fakta di lapangan, dalam kejadian ini berada dalam mobil di mana anggota badan yang untuk melumpuhkan itu tidak terlihat," sambungnya.
"Kalau kondisi tidak normal itu ditembakkan kemana?," tanya lagi jaksa.
"Anggota badan yang terlihat," jawab Tubagus.
"Bisa dijelaskan?," cecar Jaksa.
"Yang terlihat kalau di dalam mobil gambaran dalam diri saya ibu, gambaran pribadi saya, otomatis bagian kaki kebawa tertutup, tentu yang terlihat adalah bagian atas, dan mohon jangan dibayangkan dalam posisi (di mobil) yang ideal, tolong dibedakan posisi yang ideal dengan posisi spontan. SOP itu mengatur hanya dalam kondisi yang normal posisi," imbuh Tubagus.
Handik Sebut Anggota Laskar Sempat Ambil Alih Senjata Api
Kepala Subdirektorat Reserse Mobil (Kasubdit Resmob) Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Handik Zusen dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara Unlawful Killing di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (9/11/2021).
Handik sendiri merupakan komandan dalam insiden pembuntutan rombongan Muhammad Rizieq Shihab (MRS) yang akhirnya menewaskan 6 anggota laskar FPI tersebut.
Dalam persidangan, Handik menyebut kalau anggota laskar FPI sempat menguasai atau mengambil alih senjata api (senpi) milik terdakwa Briptu Fikri Ramadhan yang merupakan anak buah dari Handik.
Kondisi perebutan itu kata Handik, terjadi di dalam mobil, saat empat anggota eks Laskar FPI hendak dibawa ke Mapolda Metro Jaya dari rest area KM.50 Cikampek.
Sebagai gambaran, dalam mobil tersebut berisikan tiga anggota polri serta empat anggota Laskar FPI.
Ketiga anggota polri itu yakni Briptu Fikri Ramadhan, IPDA M. Yusmin Ohorella dan (almarhum) IPDA Elwira Priadi, ketiganya merupakan terdakwa dalam perkara ini.
Sedangkan empat anggota eks Laskar FPI itu di antaranya Luthfi Hakim, Muhamad Suci Khadavi Poetra, Akhmad Sofiyan, dan M. Reza.
Hal itu bermula saat Jaksa menanyakan keterangan dari para terdakwa kepada Handik soal keputusannya untuk melesatkan tembakan.
"Saudara mendengar sendiri dari kedua terdakwa dan almarhum apa tindakan yang menyebabkan mereka terpaksa harus melakukan tindakan tegas dengan tembak mati pada 4 orang tersebut, apa yang menyebabkan terpaksa?," tanya jaksa dalam persidangan.
Menjawab pertanyaan itu, Handik mengatakan, tindakan tersebut dilakukan karena anggotanya sempat diserang oleh anggota Laskar FPI.
Hal itu diketahui atas penjelasan dari para terdakwa, sebab dalam insiden ini Handik mengatakan kalau dirinya tidak ada di lokasi dan tidak terjun langsung melakukan pembuntutan.
"Untuk TKP 4 disitu penjelasan dari anggota kami bahwa awal mulanya terjadi upaya penyerangan dari 4 laskar fpi pada Fikri, karena saudara Fikri (terdakwa) ini duduk di jok tengah sedangkan Yusmin si driver, dan Elwira (almarhum) sebelah kirinya," beber Handik.
Adapun serangan yang dimaksud Handik adalah, anggota Laskar FPI sempat mencekik leher dari Fikri dan mengambil alih senjata api yang berada di kendali Fikri.
Bahkan kata dia, anggota Laskar FPI yang tidak diketahui namanya itu, sempat mengarahkan senjata api ke arah Fikri.
"Empat orang ini (anggota laskar FPI) menyerang, kemudian satu orang merebut senpinya Fikri, dan sudah berhasil merebut, dan sudah mengarahkan ke Fikri," kata Handik.
Melihat kondisi tersebut, almarhum Elwira, kata Handik berupaya memberikan bantuan ke Fikri.
Tak cukup di situ, Fikri juga melakukan perlawanan agar senjata api bisa kembali dalam kendalinya.
Setelah dari peristiwa perebutan senjata api tersebut, kedua terdakwa yakni Elwira dan Fikri melesatkan tembakan ke empat anggota Laskar FPI hingga menembus bagian belakang mobil
"Di situ saudara Elwira memberikan bantuan kepada Fikri untuk menghalau 4 laskar FPI dan menyerang FPI kemudian saudara Fikri juga melakukan perlawanan supaya mereka tidak mati," imbuh Handik.
Mendengar penjelasan itu, jaksa lantas melakukan klarifikasi terkait perebutan senjata, sebab jaksa perlu penjelasan soal pengambilalihan senjata api tersebut.
"Yang perlu kami tanyakan dan klarifikasi kembali apakah senjata Fikri dijelaskan atau diterangkan oleh ybs, berhasil direbut atau belum berhasil? ini kan penting, kalau senjata berhasil di rebut ini kan beda dengan kondisi belum direbut?," tanya jaksa.
"Itu cerita setahun yang lalu , jadi untuk saat ini kami kurang mengingat detailnya kemudian saudara Fikri mengatakan terjadi perebutan dan salah satu anggota FPI sudah memegang senjata dan mengarah ke Fikri," jawab Handik.