TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelang Pemilu 2024, pertarungan partai politik jelang di Pilpres semakin memanas.
Wacana pasangan Prabowo-Puan Maharani berhadapan dengan Airlangga Hartarto-Ganjar Pranowo muncul kepermukaan saat Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid membuka peluang menggaet Gubernur Jawa Tengah tersebut.
Demikian dikatakan peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo.
"Saya pikir pernyataan Nurdin Halid itu merespons adanya kedekatan PDIP dan Gerindra sehingga memicu Golkar untuk pasang badan terhadap Ganjar Pranowo untuk mendampingi Airlangga Hartarto apabila skenario Prabowo-Puan itu terjadi," ujar Wasisto kepada wartawan, Jumat (12/11/2021).
Wasisto mengatakan Airlangga berpotensi besar menggaet Ganjar Pranowo, mengingat Menko Perekonomian tersebut membutuhkan pasangan yang populer untuk menaikan elektabilitasnya.
Terkait partai politik lainnya akan berkoalisi ke PDI-P atau Golkar, Wasisto menilai hal ini tergantung tren elektabilitas para calon ke depan.
Baca juga: Kata PDIP Itu Hanya Cek Ombak Saja, Golkar Duetkan Airlangga dengan Ganjar di Pilpres 2024
"Misalnya Ganjar dan Prabowo bisa konsisten di posisi lima besar dan begitu pula dengan Airlangga, maka hal itu berdampak munculnya "perang bintang" di mana sebagian partai-partai memihak ke kubu Golkar dan sebagian ke PDIP," tambah Wasisto.
Dia menduga pasangan Airlangga-Ganjar Pranowo kemungkinan juga akan didukung oleh Partai Demokrat dan NasDem.
"Partai-partai ini bisa merapat karena didorong perlunya menyudahi dominasi PDIP yang sudah 10 tahun berkuasa," ujar Wasisto.
Wasisto juga menilai peluang menang di Pilpres 2024 pasangan Prabowo Subianto - Puan Maharani dan Airlangga Hartarto - Ganjar Pranowo sama-sama kuat.
"Faktor yang mempengaruhi keterpilihan kedua pasangan adalah kebutuhan akan kesempatan sama sebagai formatur pemerintahan dan keinginan publik untuk memilih capres dan cawapres dari kalangan non elite," ujarnya.
Baca juga: ARCHI: Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo Adu Kuat
Lebih lanjut, Wasisto mengatakan peluang Ganjar untuk "membelot" sebenarnya menunggu momentum yang tepat.
"Ganjar tidak mau terbawa ego untuk segera pindah dari partai lain karena senantiasa menduduki 5 besar capres populer," kata Wasisto.
Selain itu, dia menyebut Ganjar terlihat berada di dua kaki, yakni mencitrakan diri sebagai kader yang loyal pada PDIP sambil membiarkan publik mengangkat dirinya sebagai capres ideal lewat polling berbagai lembaga survei.