Dari sinilah asal usul pertunjukkan wayang, walaupun masih dalam bentuk yang sederhana.
Dalam perkembangannya, fungsi wayang sebagai media untuk menghormati arwah nenek moyang juga mengalami perkembangan.
Saat periode Hindu-Buddha di Indonesia, cerita Ramayana dan Mahabarata berkembang pesat dengan penambahan tokoh-tokoh dalam cerita tersebut yang berakulturasi dengan budaya masyarakat setempat.
Kemudian, muncul pula cerita Panji yang berasal dari era Kerajaan Kadiri atau periode klasik di Jawa yang menceritakan tentang kepahlawanan dan cinta yang berpusat pada dua orang tokoh utamanya.
Tokoh utamanya adalah Raden Inu Kertapati atau Panji Asmarabangun dan Dewi Sekartaji atau Galuh Candrakirana.
Cerita ini mempunyai banyak versi dan telah menyebar di beberapa tempat di Nusantara, termasuk di antaranya Jawa, Bali, Kalimantan, Malaysia, Thailand, Kamboja, Myanmar, dan Filipina.
Pada mula awal penyebaran agama Islam, wayang dijadikan media dakwah dengan penambahan tokoh-tokoh, pengembangan cerita, termasuk penyesuaian jalan cerita sehingga tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Bahkan, pada era yang lebih modern, wayang lantas digunakan sebagai media propaganda politik.
Seiring berkembangnya zaman, wayang tetap bertahan hidup dan terus mengalami perkembangan yang dipengaruhi oleh agama serta nilai-nilai budaya yang masuk dan berkembang di Indonesia.
Proses akulturasi ini berlangsung sejak lama sehingga seni wayang memiliki daya tahan dan daya kembang yang tinggi.
Jenis wayang di Indonesia
Tidak kurang dari 100 jenis wayang tumbuh dan berkembang di seluruh wilayah Indonesia.
Wayang Kulit Purwa berkembang pesat di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta.
Sementara itu, Wayang Golek Sunda berkembang di Jawa Barat.