TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai Panglima TNI di Istana Negara, Jakarta pada hari ini Rabu (17/11/2021).
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati membeberkan sejumlah Pekerjaan Rumah (PR) yang harus dikerjakan ke depan.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati menilai masa tugas yang singkat bagi Jenderal TNI Andika Perkasa tentu tidak berarti akan minim prestasi.
Bila Visi Misi yang dipaparkan Andika di Komisi 1 DPR dapat dijalan dengan baik dan konsisten, menurutnya akan sangat bermanfaat bagi TNI.
"Interoperabilitas harus dilaksanakan. 3 Matra TNI bekerja sama dengan baik menjaga kedaulatan NKRI," kata mantan Anggota Komisi I DPR RI yang akrab disapa Nuning tersebut saat dihubungi Tribunnews.com pada Rabu (17/11/2021).
Dengan pertimbangan kebutuhan organisasi TNI dalam kurun waktu ke depan sebagai bagian modernisasi Alutsista, kata dia, maka dibutuhkan Panglima TNI memiliki kemampuan manajemen tempur dan diplomasi militer yang handal.
Ia menilai banyak negara saat ini dimana tengah menyusun kebijakan baru terkait defence shifting yang lebih mengarah pada prinsip efisiensi operasi militer dan interoperabilitas.
Menurutnya, teknologi terkini yang paling mendominasi defence shifting adalah Unmanned System diantaranya Unmanned Aerial Vechile (UAV), Unmanned Surface Vechile (USV) dan Unmanned Sub-Surface Vechile (USSV).
Baca juga: Jenderal Andika Resmi Dilantik Jadi Panglima TNI, Pengamat: 8 Fokusnya Bisa Bawa Perubahan Positif
"Pemilihan Alutsista juga yang tepat guna serta betul-betul dibutuhkan, bukan justru yang dibeli alutsista yang tak sesuai kebutuhan, ancaman dan alam maupun situasi kondisi Indonesia," kata Nuning.
Selain itu, kata dia, perkembangan lingkungan strategis pada tataran global dan regional juga perlu dipertimbangkan dan perlu meningkatkan fungsi diplomasi pertahanan di tingkat internasional.
Oleh karenanya, kata dia, dibutuhkan sosok Panglima TNI yang memiliki dampak penangkalan bagi petinggi militer internasional.
"Penting sekali jika Panglima TNI disegani dunia internasional," kata Nuning.
Di bidang pendidikan dan latihan, kata dia, SDM unggul Indonesia maju harus dijabarkan di internal Mabes TNI dan Mabes Angkatan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas prajurit TNI sebagai SDM yang unggul.
Dengan demikian, kata dia, para prajurit dapat memiliki pengetahuan kemiliteran maupun akademik yang mumpuni dan terlatih.
Kualitas prajurit TNI, kata dia, juga harus mulai dibangun agar unggul dibandingkan dengan prajurit negara-negara lain.
Terlebih, kata Nuning, kini tak dapat dihindari adanya perang Siber.
Untuk itu, menurutnya kualitas prajurit harus ditingkatkan sejalan dengan era Revolusi Industri 4.0.
Selain itu, proses pendidikan dan latihan di lingkungan TNI harus memanfaatkan teknologi informasi dan digitalisasi agar diperoleh keuntungan organisasi pendidikan berupa efisiensi.
Menurutnya, hal tersebut penting untuk interoperabilitas komunikasi TNI dan pihak lain.
Baca juga: Resmi Letakkan Jabatan Panglima TNI, Hadi Tjahjanto Sampaikan Salam Perpisahan, Ini Isinya
"Keuntungan lain adalah pengajaran kepada peserta didik atas pemanfaatan teknologi informasi dan digitalusasi dalam penugasan selanjutnya di Kotama Operasional dan/atau Kotama Pembinaan. Munculnya Serangan Siber Kognitif juga penting diatensi," kata dia.
Serangan siber kognitif, menurutnya adalah jenis serangan psikologis yang banyak tidak disadari oleh banyak pihak dan hanya dapat dilihat dan dirasakan akibatnya.
Ia mengatakan hal tersebut adalah bentuk peperangan yang tidak memerlukan persenjataan konvensional namun dampaknya bisa menyerupai dampak peperangan konvensional sebagai mana yang telah banyak disaksikan di televisi beberapa tahun belakangan ini.
"Maraknya perang kognitif dan perang persepsi juga membutuhkan penanganan dengan methode yang tepat, agar tak menyebabkan disintegrasi bangsa," kata Nunin.
Selain itu, kata dia, kualitas prajurit TNI juga harus ditingkatkan untuk mengawaki teknologi militer terkini, seperti pemanfaatan Unmanned System baik berupa robot maupun artificial intelligent, dan cyber defense.
Para prajurit TNI, menurut Nuning harus mulai dipersiapkan mampu berinteraksi dengan sesama prajurit yang asalnya 100% manusia, 50% robot, dan bahkan yang berasal dari 100% robot.
"Oleh sebab itu sangat penting bagi TNI untuk merekrut para pemuda dan pemudi yang memiliki intelejensi tinggi," kata dia.
Menurut Nuning, pada prinsipnya pembenahan Alutsista sebelum MEF ditujukan untuk efisiensi.
Sedangkan pembenahan Alutsista setelah MEF, kata dia, ditujukan untuk optimalisasi (efektif dan efisien).
Pembenahan Alutsista TNI setelah MEF, menurutnya membutuhkan profesionalitas prajurit TNI dari ketiga angkatan yang terintegrasi.
Artinya, lanjut dia, sistem pendidikan dan latihan (Diklat) prajurit TNI harus dibenahi sesuai dengan operational requirement dan technical specification Alutsista yang diadakan setelah MEF.
"Diklat TNI harus menerapkan standar dan kriteria profesionalitas prajurit TNI yang baru sesuai parameter Alutsista yang terintegrasi. Pembenahan Alutsista yang terintegrasi dan pembenahan kompetensi dan kapasitas tempur prajurit TNI sesuai Alutsista baru tersebut berujung pada pembenahan organisasi TNI," kata Nuning.
Menurutnya kualitas prajurit TNI berikutnya yang harus ditingkatkan adalah kemampuan akademik baik di bidang metodologi cara berpikir maupun di bidang komunikasi.
Selain itu, kata dia, kualitas metodologi cara berpikir secara ilmiah sangat dibutuhkan para prajurit TNI untuk senantiasa menggunakan perspektif yang ilmiah di dalam menyelenggarakan operasi militer.
Sedangkan kualitas di bidang komunikasi, menurut Nuning sangat ditentukan kemampuan menggunakan bahasa-bahasa internasional.
"Sangat penting bagi prajurit TNI pada level tamtama dan bintara untuk mahir berbahasa Inggris. Kemampuan komunikasi antar budaya juga harus ditingkatkan karena TNI juga berperan dalam menghadapi radikalisme maupun gejolak Separatis," kata Nuning.
Terkait dengan ancaman, kata Nuning, ancaman wilayah laut juga harus menjadi fokus.
Pelanggaran wilayah perairan ZEE Indonesia di Laut Natuna, kata dia, sudah berulang kali terjadi dengan modus yang sama, yaitu diawali dengan masuknya kapal ikan Cina yang kemudian di-back up oleh China Coast Guard (CCG).
Pelanggaran tersebut, kata Nuning, terjadi berulang karena Cina bersikeras melakukan klaim atas sebagian besar perairan Laut Cina Selatan yang dikenal dengan Nine Dashed Lines.
"Jadi, penting dipahami bahwa Cina tetap mengakui kedaulatan Indonesia atas Pulau Natuna dan Laut Teritorial Indonesia di Laut Natuna. Klaim Cina atas Nine Dashed Lines tumpang tindih dengan sebagian perairan ZEE Indonesia di Laut Natuna," kata Nuning.
Sedangkan wilayah udara, menurutnya jika TNI AU konsisten dengan konsep Netwok centric operation maka langkah awal adalah mulai menggeser kekuatan tempur utama TNI AU di wilayah perbatasan.
"Mengingat jarak jelajah pesawat TNI AU sangat ditentukan dari mana pangkalan awalnya untuk airborne," kata dia.