TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) menjatuhkan vonis 1 tahun penjara dengan 2 tahun masa percobaan kepada mantan Lurah Cakung Barat, Ridwan Dulhadi.
Ridwan dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta membuat surat palsu sebagaimana Pasal 263 ayat (1) KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ridwan Dulhadi dengan pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan dua tahun," ucap Ketua Majelis Hakim Kadwanto, saat membacakan amar putusan di ruang R. Soebekti, PN Jaktim, Selasa (16/11/2021).
Dengan begitu, Ridwan tidak perlu menjalani pidana penjara selama 1 tahun.
Tapi, jika dia melakukan tindak pidana selama masa percobaan (2 tahun), maka dapat dipenjara 1 tahun ditambah dengan hukuman pidana yang baru.
Dalam menjatuhkan putusan, majelis hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan.
Baca juga: Polda Banten Tangkap 4 Pegawai BPN dan 1 Lurah Diduga Terkait Suap
Yang memberatkan, perbuatan Ridwan dinilai dapat merugikan pihak lain.
Sementara yang meringankan, di dalam persidangan tidak terungkap adanya persekongkolan jahat pada diri terdakwa dengan pihak terkait, terkait surat yang dibuatnya.
"Intinya saudara dinyatakan terbukti bersalah, tapi karena alasan meringankan bahwa majelis tidak melihat saudara bersekongkol jahat dengan pihak lain, maka hanya dihukum percobaan," tutur hakim.
Hal meringankan lainnya, Ridwan belum pernah dipidana, berusia lanjut, serta mempunyai tanggung jawab keluarga, anak dan istri.
Sebelumnya, Ridwan didakwa bersama-sama dengan mantan Kakanwil Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Jakarta Timur, Jaya (dalam penyidikan terpisah), telah melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan, membuat surat palsu atau memalsukan surat.
Ridwan mengeluarkan surat keterangan Lurah Cakung Barat Nomor 183/-1.711.12, tanggal 28 Maret 2019 dan Surat Lurah Cakung Barat Nomor 306/-1.711.12, tanggal 18 Juni 2019.
Surat itu, menjadi dasar Kanwil BPN DKI Jakarta untuk membatalkan ke-20 SHM berikut turunan 38 Surat Hak Guna Bangunan (HGB), atas nama PT Salve Veritate melalui SK Nomor 13/Pbt/BPN.31/IX/2019 tanggal 30 September 2019.
Isi surat Ridwan menyatakan bahwa 'letak persil tidak berada di Kelurahan Cakung Barat', yang oleh Kanwil DKI Jakarta maupun Kantah Jakarta Timur tidak diverifikasi kebenarannya.
Padahal, menurut Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, hasil investigasi Lurah Cakung Barat tidak mempunyai Peta Rincian.
Keterangan tersebut menyebabkan kerugian bagi pihak PT Salve Veritate yang telah mempunyai Sertifikat Hak Milik (SHM) selama 45 tahun.
Karena tindakan tesebut, Ridwan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan SP2HP No. B/492/V/2021/Dittipidu tanggal 4 Mei 2021.
Ridwan menyusul Jaya yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka pada 5 Januari 2021 lantaran diduga melakukan korupsi dalam kasus pembatalan 38 HGB PT Salve Veritate itu.
Setelah pembatalan itu, Jaya menerbitkan SHM No. 4931 tanggal 20 Desember 2019 atas nama Abdul Halim dengan luas 77.852 meter persegi.
Abdul Halim sendiri, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Perbuatan ketiganya diduga mengakibatkan kerugian mencapai Rp1,4 triliun.
Jumlah itu dihitung berdasarkan luas objek tanah 77.852 meter persegi dengan nilai transaksi Rp220 miliar, serta Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Rp700 miliar.
Belakangan, Jaya melayangkan gugatan praperadilan atas status tersangkanya.
Hakim Praperadilan PN Jaktim mengabulkan gugatannya. Status tersangkanya, dibatalkan.
Meski begitu, juru bicara Kementerian ATR/BPN, Teuku Taufiqulhadi, menyatakan PN Jaktim memutuskan bahwa termohon (Jaya) tidak bersalah jika menggunakan pasal 9 UU Tipikor.
Artinya termohon sebagai pejabat tidak bersekongkol memalsukan data-data administratif untuk merugikan pihak lain.
"Tapi sejauh ini juga yang saya ketahui, pihak penyidik tidak menggunakan pasal 9 tersebut. Penyidik justru menggunakan pasal 263 jo pasal 264 KUHP. Jadi saya yakin penyidikan kasus ini masih tetap berlanjut. Karena yang tidak dilanjutkan adalah pembuktian dengan menggunakan pasal 9 UU Tipikor," ujar Taufiq.