Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita aset tanah yang diduga milik Bupati nonaktif Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid (AW) di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten HSU, Kalimantan Selatan, Rabu (24/11/2021).
"Tim penyidik KPK telah melakukan penyitaan berupa bangunan dan tanah yang diduga milik tersangka AW yaitu satu objek tanah dan bangunan yang berlokasi di Kelurahan Paliwara, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabuapten HSU yang diperuntukkan untuk Klinik Kesehatan," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (25/11/2021).
Selain itu, tim penyidik KPK juga menyita 1 unit mobil merek Honda CR-V milik Ketua DPRD HSU Almien Ashar Safari.
"Di samping itu sebelumnya penyidik juga telah menyita 1 unit mobil dari Ketua DPRD Kabupaten HSU," ungkap Ali.
Penyitaan ini berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU Tahun 2021-2022 dengan tersangka Abdul Wahid.
Baca juga: KPK Telusuri Kongkalikong Abdul Wahid-Maliki Tentukan Penggarap Proyek di HSU
Ali mengatakan, tanah dan mobil tersebut selanjutnya akan dikonfirmasi kembali kepada saksi-saksi yang terkait dengan perkara ini.
"Saat ini tim penyidik masih terus mengumpulkan dan melengkapi bukti-bukti terkait perkara ini," kata Ali.
Penyidik KPK sudah memeriksa Almien Ashar Safari pada Jumat (19/11/2021).
Saat itu KPK mendalami aliran uang yang didapat Abdul Wahid.
Uang itu diperoleh Abdul Wahid dari pelaksanaan berbagai proyek pekerjaan di Dinas PUPRP (Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan) di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Baca juga: KPK Periksa Anggota DPRD Tabalong Terkait Kasus Suap Bupati HSU Abdul Wahid
"Seluruh saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pelaksanaan berbagai proyek pekerjaan di Dinas PUPRP di Kabupaten Hulu Sungai Utara yang diduga ada aliran sejumlah dana kepada tersangka AW dan pihak terkait lainnya dalam bentuk fee proyek," kata Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Jumat (19/11/2021).
KPK telah mengumumkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pada 18 November 2021.
Penetapan Abdul Wahid sebagai tersangka merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Maliki selaku pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara, Marhaini dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara untuk dua periode (2012-2017) dan 2017-2022) pada awal 2019 menunjuk Maliki sebagai pelaksana tugas Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Diduga ada penyerahan sejumlah uang oleh Maliki untuk menduduki jabatan tersebut karena sebelumnya telah ada permintaan oleh tersangka Abdul Wahid.
Penerimaan uang oleh tersangka Abdul Wahid dilakukan di rumah Maliki pada Desember 2018 yang diserahkan langsung oleh Maliki melalui ajudan tersangka Abdul Wahid.
Pada sekitar awal 2021, Maliki menemui tersangka Abdul Wahid di rumah dinas jabatan bupati untuk melaporkan terkait plotting paket pekerjaan lelang pada bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara Tahun 2021.
Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek tersebut.
Baca juga: KPK Sita Uang di Rumah Sekda HSU Muhammad Taufik, Adik Kandung dari Bupati HSU Abdul Wahid
Selanjutnya, tersangka Abdul Wahid menyetujui paket plotting tersebut dengan syarat adanya pemberian komitmen fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee, yaitu 10 persen untuk tersangka Abdul Wahid dan 5 persen untuk Maliki.
Adapun, pemberian komitmen fee yang diduga diterima oleh tersangka Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp500 juta.
Selain melalui perantaraan Maliki, tersangka Abdul Wahid juga diduga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu pada 2019 sekitar Rp4,6 miliar, pada 2020 sekitar Rp12 miliar, dan pada 2021 sekitar Rp1,8 miliar.