Selain itu, kata dia, perdebatan soal paradigma arah negara soal kesejahteraan seharusnya dilakukan terbuka.
Menurutnya rakyat yang seharusnya sebagai penikmat pembangunan merasa rancangan yang ada dalam kebijakan omnibus law itu tidak dekat dengan kepentingan mereka.
Begitu juga saat perumusan, UU tersebut tidak memiliki ruang yang pas sehingga suara-suara masyarakat terabaikan.
"Oleh karenanya apa yang harus dilakukan dua tahun ke depan itu jantungnya pada partisipasi. Partisipasi yang substansial," kata Anam di Hotel Royal Kuningan Jakarta pada Jumat (26/11/2021).
Baca juga: UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Dinilai Bakal Berdampak pada Serapan Tenaga Kerja
Untuk itu menurutnya, pemerintah minimal mendengarkan dan menjadikan rujukan pendapat orang yang mengajukan gugatan tersebut.
Selain itu, ia juga mengajak agar pemerintah dan DPR melakukan refleksi diri bahwa yang namanya keadilan, kesejahteraan, harus mendengarkan siapa yang mau menikmati keadilan dan kesejahteraan.
"Bukan merumuskan sendiri, terus orang lain harus menanggung. Itu penting, apalagi di masa yang semua orang transisional kaya begini, kesejahteraannya tidak jelas sumbernya nanti dari mana, kepastian hukum, dan sebagainya," kata Anam.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Gita Irawan)
Baca berita lainnya terkait UU Cipta Kerja.