TRIBUNNEWS.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan varian baru dari virus Covid-19, yakni B.1.1.529 atau Omicron yang berasal dari Afrika.
Omicron ini diumumkan sebagai variant of concern (VOC), yang artinya keberadaanya menjadi perhatian karena dinilai lebih mengkhawatirkan dari varian sebelumnya.
Meskipun varian baru ini belum terdeteksi masuk ke Indonesia, Epidemiolog Indonesia dari Griffith University, Dicky Budiman memberikan sejumlah antisipasi yang dapat dilakukan pemerintah.
Pertama, pemerintah dapat melakukan pencegahan di pintu masuk dan mendeteksi kasus lebih awal.
Baca juga: WHO: Tak Perlu Panik Pada Strain Omicron, Belum Tahu Bisa Kurangi Efektivitas Vaksin Atau Tidak
Menurutnya, penutupan akses pintu masuk dari asing tidak begitu efektif dalam mencegah varian ini masuk.
Untuk itu, ia lebih menekankan kepada langkah pemerintah mendeteksi kasus varian baru di awal.
"Sebuah negara sebetulnya memblokade, menutup akses itu tidak terlalu efektif, hanya by in time."
"Kalau bicara Eropa, kasus pertama yang terdeteksi di Belgia, itu enggak ada kontak dengan orang Afrika. Artinya, di Eropa sudah ada penyebaran di komunitas."
"Belajar dari Delta, Alpha, semuanya, menutup diri itu sudah telat sebenarnya. Karena yang penting itu adalah bagaimana memperkuat deteksi diri di awal," ucap Dicky, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Minggu (28/11/2021).
Baca juga: Dua Kasus Varian Omicron Ditemukan di Jerman
Untuk mendeteksi kasus varian Omicron itu, tentunya pemerintah bisa menggunakan tes PCR.
Namun, yang menjadi perhatian, pemerintah harus memastikan bahwa alat-alat tes PCR di Indonesia bisa mendeteksi varian baru Covid-19 ini.
"Ini saya kira pemerintah Kemenkes harus memastikan bahwa kemapuan dari tes yang ada dari lab-lab kita menggunakankan mesin PCR yang bisa mendeteksi jenis protein ini," sambungnya.
Antipasi kedua, Dicky meminta pemerintah segera memenuhi target vaksinasi Covid-19 dua dosis skala nasional.
Baca juga: Fakta-fakta Varian Baru Virus Corona Omicron, Miliki Lebih dari 30 Mutasi Protein Lonjakan
Dia menekankan, apapun varian Covid-19, vaksin akan memberi manfaat bagi pasien yang terjangkit.
Dikatakannya, orang yang divaksin akan lebih untung dari sisi keparahan hingga potensi kematian akibat virus Covid-19.
"Bicara varian ini, sebetulnya harus dua dosis vaksin ini. Ini yang harus dikejar dengan cepat."
"Jangan sampai mengejar booster tapi sebetulnya cakupan dosis 1-2 ini masih belum terkejar," jelas dia.
Lebih Menular 500 Persen Dibanding Varian Covid-19 Awal
Selain itu, Dicky juga menjelaskan Omicron menjadi varian baru yang langsung ditetapkan WHO jadi variant of concern selama pandemi Covid-19.
Padahal, biasanya setiap varian baru akan melalui tahap variant under investigation ataupun interest.
Berarti bisa dikatakan varian baru ini sudah memenuhi 3 kriteria yang dikhawatirkan.
"Ini kalau bicara variant of concern, berarti ada antara 3 kriteria terpenuhi, bahwa kemungkinan kecepetannya, keparahannya, termasuk dia bisa merubah atau bisa menurunkan efikasi ataupun treatment vaksinasi. Ini artinya tanda yang sangat serius," ujar Dicky.
Baca juga: Demi Menahan Masuknya Strain Omicron, Israel Perkenalkan Larangan Paling Ketat Di Dunia
Dari data epidemiolog, kata Dicky, Omicron bisa meningkatkan tingkat positivity rate dalam kurun waktu 3 minggu.
Bahkan dalam kurun 2 minggu, varian baru Covid-19 ini bisa mendominasi transmisi kasus 75 persen di tengah kasus varian Delta.
Sehingga diprediksi tingkat kecepatan penularan Omicron ini bisa 500 persen lebih cepat dibanding virus Covid-19 awal, yang berasal dari Wuhan.
"Yang kita ketahui Delta 100 persen lebih cepat menular dari varian di Wuhan, Itu sebabnya hitungan dari beberapa epidemiolog, termasuk saya berdiskusi."
"Kita prediksi awal, tapi mudah-mudahan salah, 500 persen lebih cepat menular dari virus liar Wuhan," ujar dia.
Tangggapan Pemerintah soal Varian Baru
Sementara itu, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi turut buka suara soal varian baru Omicron ini.
Menurutnya varian ini cukup menyita perhatian karena sudah memenuhi kriteria VOC.
"Maka WHO mengkategorikan varian ini, dimana varian ini lebih cepat menular, meningkatkan tingkat keparahan penyakit dan menurunkan efikasi vaksin," ungkapnya pada Tribunnews, Sabtu (27/11/2021).
Nadia pun mengatakan telah mempunyai beberapa strategi seperti mempercepat vaksinasi Covid-19.
Baca juga: Strain Omicron Mungkin Sudah Ada di AS, Dprediksi Akan Menyebar di Seluruh Wilayah
Kemudian membatasi mobilitas serta memperketat penerapan protokol kesehatan.
"Karena cara itu dapat mengurangi potensi penyebaran virus. Selain itu tetap waspada di pintu masuk negara," katanya lagi.
Sampai saat ini pihak prioritas yang masih menerima vaksin Covid-19 adalah orang lanjut usia dan mereka yang berusia produktif.
Usia produktif memengaruhi laju mobilitas yang tinggi. Lalu lansia menjadi orang yang memiliki risiko paling besar.
Di sisi lain untuk vaksin anak-anak, pemerintah masih mengupayakan untuk mendapatkan tambahan vaksin dan pihak produsennya.
Tidak hanya itu, pemerintah pun mengatakan akan ada kemungkinan penerapan PPKM level 3 sebagai strategi menghadapi varian baru, ini harus dipatuhi masyarakat.
"Penerapan PPKM agar dipatuhi, kurangi mobilitas dan tahan diri tetap prokes serta yang belum di vaksin jangan pilih-pilih vaksin," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Aisyah Nursyamsi)