News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hari Guru Nasional

Kisah Guru Honorer di NTT yang Digaji Rp 700 Ribu Per Bulan, Wilfridus Berkebun Pulang dari Mengajar

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

INDONESIA DARURAT GURU - Sejumlah guru dari Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI), Forum Guru Honorer Bersertifikasi Sekolah Negeri (FGHBSN), dan Forum Guru Honorer Sekolah Swasta (FGHSS) unjuk rasa bertajuk Indonesia Darurat Guru PNS di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, Kota Bandung, Kamis (25/11/2021). Dalam aksinya yang bertepatan dengan Hari Guru Nasional, mereka menuntut agar para guru yang masih berstatus honorer bisa diangkat menjadi PNS atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), dikarenakan Indonesia masih kekurangan 1,3 juta guru di sekolah negeri. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang guru di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Wilfridus Kado, menceritakan pengalaman pahitnya menjadi seorang guru honorer.

Menurut Wilfridus, selama ini kesejahteraan guru honorer di NTT masih belum terpenuhi. Bahkan pria yang telah mengajar sejak 2015 itu mengaku hanya menerima gaji Rp 700 ribu sebulan.

"Saya lihat upah guru minimum di NTT. Tidak sesuai upah minimum. Saya sudah 6 tahun menjadi guru," ucap Wilfridus dalam diskusi interaktif daring, Sabtu (27/11/2021).

Wilfridus menyebut gaji yang ia terima saat awal menjadi guru honorer bahkan jauh lebih kecil. Pada 2015 dia hanya menerima upah Rp 400 ribu per bulan.

Baru pada 2018 gajinya meningkat menjadi Rp 700 ribu per bulan.

Wilfridus dengan tegas menyatakan, upah tersebut sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Karena di kampung sendiri, dia dan juga rekan guru honorer lainnya mencari nafkah sampingan dengan berkebun, berternak, atau berjualan setelah pulang mengajar.

"Sangat-sangat tidak cukup. Saya di sini kebetulan di kampung sendiri, pulang sekolah itu makan, setelah makan kita kerja kebun, beternak, di sini," tutur dia.

Sejak enam tahun lalu menjadi guru honorer, Wilfridus telah berjuang demi status guru pegawai negeri sipil (PNS).

Dia mengaku selalu mengikuti program pemerintah yang berkaitan dengan seleksi guru PNS, termasuk seleksi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

"Ada PPPK kita ikut, UKG kita ikut," katanya.

Perjuangan itu dilakukan demi kesejahteraannya sebagai guru untuk mendapatkan upah yang layak.

Sebab, menurut Wilfridus, selain nominal yang tidak mencukupi untuk kehidupan sehari-hari, gaji guru honorer pun tidak jelas. Apalagi, hal ini bisa memengaruhi aktivitas mengajar di sekolah yang menjadi tidak maksimal.

Sementara, kebutuhan terhadap guru di daerahnya pun belum memadai.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini