TRIBUNNEWS.COM - Pertengkaran berujung saling melempar caci maki kerap terjadi.
Terlebih, jika terjadi di ruang publik, tindakan caci maki bisa dilaporkan ke pihak berwajib.
Lantas, apa pasal yang bisa menjerat pelaku tindakan caci maki?
Advokat sekaligus Koordinator Wilayah (Korwil) Peradi Jawa Tengah, M Badrus Zaman membenarkan bahwa tindakan caci maki atau penghinaan bisa saja masuk kategori tindak pidana.
Baca juga: Istri Marahi Suami Berujung Tuntutan Penjara, Ini Tanggapan Advokat
Adapun pasal yang dapat dikenakan yakni pasal 310 KUHP tetang penghinaan atau pencemaran nama baik.
"Pasal 310 KUHP bahwa menghina adalah menyerang kehormatan, menyerang nama baik seseorang."
"Biasanya orang yang diserang merasa malu kehormatannya diserang," jelas Badrus dalam program Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (29/11/2021).
Namun, Badrus menjelaskan pasal tersebut merupakan delik aduan.
Artinya, hanya korban yang dirugikan akibat caci maki lah yang mampu melaporkan ke polisi.
Baca juga: Asuransi Bermasalah, Apa Upaya Hukum yang Bisa Dilakukan Nasabah? Ini Penjelasan Advokat
Perasaan malu adalah bentuk kerugian yang dialami korban caci maki.
"Tinggal apakah masyarakat (korban) merasa bahwa dirugikan atau tidak karena bisa menjadi perbuatan melawan hukum."
"Makanya menurut saya caci makian ini bisa merupakan tindak pidana," jelas dia.
Satu sisi lain dari delik aduan, korban bisa mencabut laporannya di kepolisian.
"Dicabut juga bisa tinggal bagaimana apakah terima atau tidak dengan pencabutan itu."
"Mencabut adalah hak dari pelapor," imbuh dia.
Baca juga: Jokowi Tegaskan UU Cipta Kerja Masih Berlaku Sepenuhnya, Tak Ada Satu Pasal yang Dibatalkan
Selain itu, kata Badrus, perbuatan caci maki ini termasuk dalam pidana ringan.
Sebab, ancaman pidana penjara pada pelaku berada di bawah 5 tahun.
Untuk melaporkan pelaku, korban yang dicaci maki perlu menyiapkan dua alat bukti.
Misalnya, keterangan saksi yang melihat hingga rekaman video yang memperlihatkan adanya tindakan pencemaran nama baik.
"Kita harus ada 2 alat bukti, apa itu keterangan korban, kemudian ada saksi yang mengetahui."
"Seperti ada video bisa dijadikan bukti awal," tutur dia.
Baca juga: Apa Dampak Hukum bagi Anak yang Lahir dari Pernikahan Siri? Ini Penjelasan Advokat
Tetapi tak sedikit juga pelaporan pencemaran nama baik ini akhirnya berujung pada mediasi.
Terlebih lagi, terbit Peraturan Polri yang mengedepankan penyelesaian perkara pidana dengan keadilan restoratif atau restorative justice.
Badrus menyebut mediasi dapat terwujud selama para pihak sama-sama memiliki itikad baik untuk damai.
"Biasanya kebanyakan dimediasi, apalagi sekarang ada Peraturan Polri Nomor 8 tahun 2021."
"Restorative justice bisa dibelakukan entah itu di tingkat kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan," tandasnya.