TRIBUNNEWS.COM - Menteri Sosial Tri Rismaharini memberikan klarifikasi atas banyaknya kritikan yang ditujukan kepadanya.
Diketahui sebelumnya, Risma menuai kritikan setelah meminta seorang anak disabilitas penyandang tunarungu untuk berbicara.
Risma mengaku percaya bahwa setiap orang yang memiliki kekurangan pasti juga akan diberi kelebihan.
Untuk itu Risma ingin mengetahui apakah alat bantu dengar yang diberikannya bisa berfungsi dengan baik.
Baca juga: Profil Faye Simanjuntak, Cucu Luhut yang Kritik Mensos Risma, Prestasinya Tak Tanggung-tanggung
Salah satu caraya yakni dengan mengajak peyandang disabilitas tersebut untuk berbicara.
"Saya percaya bahwa setiap kekurangan pasti diberikan kelebihan, kemudian saya pengen tahu apakah alat yang saya bantu apakah bisa berfungsi maksimal, saya kan juga pengen tahu."
"Nah kemudian yang kedua apakah sebetulnya dia hanya tuna rungu atau tuna wicara, atau dua-duanya. Nah itu cara mengetesnya begitu, dia melatih untuk bicara. " kata Risma dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Jumat (3/12/2021).
Baca juga: Soal Risma Memaksa Penyandang Tunarungu Bicara, Aktivis Tuli: Komunikasi Tak Harus dengan Bicara
Ceritakan Pengalamannya Bertemu Korban Rudapaksa yang Tunarungu
Risma pun menceritakan, pada saat ia masih menjadi Walikota Surabaya, ia pernah bertemu dengan korban rudapaksa.
Mirisnya korban merupakan penyandang tunarungu, sehingga ia tidak bisa menjelaskan apa yang telah ia alami.
Bahkan pelaku rudapaksa tersebut bisa menghirup udara bebas.
"Saya pengen tahu kenapa, mohon maaf ya ini cerita yang terus terang sampai saat ini masih ada di pikiran saya, saat saya jadi Walikota."
Baca juga: Mensos Risma Klarifikasi Soal Paksa Tunarungu Bicara
"Ada seorang tunarungu diperkosa, itu dia tidak bisa teriak. Dan itu setelah saya ceritakan disini, itu betul. Bahkan kemudian si pemerkosa itu bebas karena dia tidak bisa menjelaskan," terang Risma.
Untuk itu Risma ingin mencoba untuk mengoptimalkan kemampuan anak penyandang tunarungu tersebut, jika memang dia bisa bicara.
Risma juga menegaskan ia tidak ada niat untuk memaksa anak tersebut untuk berbicara.
"Jadi saya sampaikan saya ingin mengoptimalkan kemampuan dia kalau memang dia bisa bicara, itu pilihan setelahnya dia mau bicara atau tidak."
"Di titik tertentu memang kalau dia terpaksa harus bisa, bagaimana untuk bertahan. Itu jadi tidak ada niat untuk maksa-maksa itu, untuk apa," imbuhnya.
Baca juga: Mensos Risma Beri Motivasi Anak Panti Asuhan Korban Pelecehan di Malang
Cucu Luhut Kritik Sikap Risma pada Difabel Tuli
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, sikap Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini terhadap difabel atau penyandang tuli menuai kritik, termasuk dari cucu Luhut Binsar Pandjaitan, Faye Simanjuntak.
Faye yang mengetahui viralnya pemberitaan mengenai sikap Risma terhadap difabel, turut buka suara.
Gadis berusia 19 tahun ini mengaku kecewa berat pada sikap Risma sebagai Mensos.
Pasalnya, menurut Faye, Risma selaku Mensos seharusnya berkontribusi melindungi para difabel, terutama anak-anak.
Hal ini disampaikan Faye dalam unggahan Instagram Story-nya, Kamis (2/12/2021).
Baca juga: Cucu Luhut Kritik Sikap Risma pada Difabel Tuli: Masa Mensos Bisa Begini, Gue Kecewa Banget
"Masa Mensos yang seharusnya berkontribusi untuk melindungi teman-teman difabel - terutama anak-anak - bisa begini. Gue kecewa banget.
Dengan kata-katanya, Bu Risma bertingkah seakan-akan bahasa isyarat itu sekedar permainan saja, bukan bagian krusial dalam budaya teman-teman tuli (dan, seharusnya kita semua).
Bagaimana kita mau berkembang kalo menghormati dan memahami situasi orang lain aja ga bisa?" protes Faye.
Lebih lanjut, Faye menilai sikap seperti yang ditunjukkan Risma terhadap difabel, adalah hal yang berbahaya.
Baca juga: Klarifikasi Mensos Risma Usai Minta Penyandang Disabilitas Bicara, Singgung Soal Pengalamannya
Di mana, menurut Faye, Risma terlihat bersikap seolah-olah menunjukkan seseorang yang berbadan sehat (bukan difabel) lebih berharga atau bahwa disabilitas dapat dikontrol.
"This isn't just dumb, it's harmful as well - acting as if able-boded people are worth more or that disabilities can be chosen/controlled. This is beyond disappointing.
(Ini bukan hanya bodoh, ini juga berbahaya - bertindak seolah-olah orang yang berbadan sehat, lebih berharga atau bahwa disabilitas dapat dipilih/dikontrol. Ini sangat mengecewakan.)" ungkap Faye.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Pravitri Retno Widyastuti)
Baca berita lainnya terkait Risma dan Penyandang Disabilitas.