TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 44 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya dilantik menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) Polri pada Kamis (9/12/2021) kemarin.
Pelantikan Novel Baswedan dan kawan-kawan itu menjadi ASN di Korps Bhayangkara bertepatan dengan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia).
Puluhan mantan pegawai lembaga antirasuah itu memilih bergabung dengan Korps Bhayangkara usai didepak oleh Ketua KPK Firli Bahuri lewat tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menjadi ASN.
Total ada 57 orang eks pegawai KPK yang mendapat tawaran dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menjadi ASN Polri.
Namun hanya 44 orang yang menerima tawaran itu. Sisanya 12 orang menolak menjadi. Sementara 1 lainnya sudah meninggal.
Penolakan 12 orang mantan pegawai antirasuah terhadap tawaran dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu menjadi sisi menarik dari perlawanan mereka terhadap TWK yang dinilai sebagai akal-akalan menyingkirkan mereka dari Gedung Merah Putih KPK.
Tentu saja ada beragam alasan atas penolakan itu.
Misalnya, mantan Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang yang memutuskan tidak menerima tawaran itu karena telah berkomitmen menjadi dosen di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Baca juga: Bergabungnya 44 Eks KPK ke Polri Dinilai Dapat Perkuat Penanganan Tipikor
Namun ada pula yang kukuh menolak tawaran itu meski setelah dipecat dari KPK ia belum memiliki pekerjaan tetap.
Di antaranya Tri Artining Putri, mantan fungsional Humas KPK.
Begitu pula Benydictus Siumlala Martin Sumarno, mantan fungsional Peran Serta Masyarakat di KPK.
Meski ada sekitar tiga juta orang yang berbondong-bondong menjadi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) tahun 2021 ini, mereka meneguhkan niat menolak tawaran menjadi ASN Polri.
Kepada Tribun Network, Tri Artining Putri atau yang akrab disapa Puput, dan Benydictus Siumlala Martin Sumarno atau biasa disapa Beny menceritakan alasan mengapa mereka akhirnya menolak tawaran Kapolri.
Bersama Rieswin Rachwell yang merupakan mantan penyelidik KPK, mereka bertiga blak-blakan membeberkan alasan mengapa akhirnya memilih jalur berbeda dengan mayoritas anggota IM 57+.