News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dirjen Bimas Katolik: Moderasi Beragama Cara Pandang dan Sikap Jalur Tengah Agar Tak Menjadi Radikal

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Yohanes Bayu Samodro MPd resmi menjabat sebagai Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kemenag RI, Senin, 10 Agustus 2020. (Foto: bimaskatolik.kemenag.go.id)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Katolik Kementerian Agama, Yohanes Bayu Samodro  mengatakan pihaknya terus menggalakkan dan mensosialisasikan tentang moderasi beragama di Indonesia.

Yohanes pun menjelaskan tentang maksud dari moderasi beragama.

Menurutnya, moderasi beragama yakni secara pandang, sikap yang di jalur tengah supaya tidak ekstrem kiri maupun ekstrim kanan serta tidak menjadi radikal.

Hal itu disampaikan Yohanes Bayu dalam sesi wawancara bertajuk Jaga Kerukunan dengan Moderasi Beragama, Jumat (10/12/2021). 

"Lalu juga tidak menjadi apatis, jadi persis ada di tengah-tengahnya. Cara pandang dan sikap kita itu yang digalakkan oleh Kementerian Agama untuk semua agama termasuk agama-agama yang saat ini jumlahnya tidak banyak itu semua memiliki garis moderasi yang sama," kata Yohanes Bayu.

Baca juga: Dirjen Bimas Katolik Beri Penyuluhan Umat Tetap Patuh Prokes Saat Perayaan Natal 2021

Yohanes juga mengatakan bahwa peran pemerintah dalam menangkal potensi radikalisme sangat dibutuhkan melalui moderasi beragama.

Terlebih, apabila tidak ada kontrol dari pemerintah itu memang posisinya kecenderungan muncul juga paham radikalisme.

Meskipun dari jumlah umat atau masyarakat yang minoritas.

Karena, kata Yohanes, memang ada sekelompok umat Katolik yang merasa bahwa tidak perlu terlibat dalam kegiatan moderasi.

"Ini justru yang membuat kelompok-kelompok kecil ini tidak moderat dan tidak menerima situasi yang ada di sekitarnya. Kami akan coba bukan diawasi tetapi didampingi untuk diberikan pengertian bahwa masyarakat Katolik di Indonesia ini juga bagian dari yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia yang majemuk ini," ungkapnya.

Ia juga menyebut bahwa pemicu ke arah radikalisme itu adalah suatu pemahaman yang keliru terhadap pemahaman yang dipahami oleh orang lain.

Tentunya, merasa lebih benar dibandingkan pendapat orang lain.

"Kalau udah sampai ke sana itu tidak mengenal mayoritas-minoritas itu bahkan minoritas yang sekalipun merasa diri benar, di situlah muncul tindakan-tindakan yang tidak sejalan dengan apa yang diharapkan dari pemerintah yaitu membangun kerukunan di tengah keberagaman," jelas Yohanes Bayu. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini