Sementara tuntutan yang sudah dijatuhkan adalah seumur hidup maka yang berlaku adalah stelsel pemidanaan absorbsi dimana pidana kemudian diserap oleh yang lalu.
"Pengulangan tindak pidana atau recidive pada dasarnya adalah keadaan yg memperberat. Makna recidive atau pengulangan apabila terdakwa sebelumnya telah divonis bersalah dan telah menjalani sebagian atau seluruh pidananya," terangnya.
Dalam perkara dengan terdakwa Heru Hidayat yang ada bukan pengulangan.
Sebagaimana syarat pengulangan yang tertulis dalam Pasal 486-489 KUHP tetapi perbarengan tindak pidana atau samenloop atau disebut juga concursus.
Tindakan tersebut ancaman pidananya mengacu pada pasal 65 KUHP yaitu yang terberat lebih dari 1/3 dari ancaman pidana.
Mengacu pada Pasal 2 ayat 1 yang terdapat dalam dakwaan Heru Hidayat, ancaman hukumannya 15 tahun ditambah 1/3 dari total hukuman terberat 15 tahun yakni 20 tahun.
"Karena ancamannya tidak digabungkan dalam dengan Jiwasraya maka dianggap sebagai delik tertinggal, Pasal 71 KUHP. Maka perhitungannya 20 tahun pidana yang telah dijatuhkan dalam vonis sebelumnya," paparnya.
Sementara tuntutan jaksa terhadap Heru Hidayat, kata dia, menggunakan Pasal 2 ayat 2 yang merupakan bentuk pemberatan atas Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor.
Bila tindak pidana dalam keadaan tertentu pelaku dapat diperberat hukumannya misalnya korupsi dalam keadaan bencana.
"Maka tuntutan karena pemberatan harusnya sejak awal mengacu pada Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor jo Pasal 71 KUHP," katanya.
Ia mengatakan tuntutan yang berbeda dari dakwaan mencerminkan ketidakcermatan jaksa dalam membuat dakwaannya.
"Maka sebagaimana dalam Pasal 143 KUHAP harusnya batal demi hukum. Dalam hal ini tuntutan tidak dapat ditarik kembali," ungkap dia.
Baca juga: Heru Hidayat Dituntut Hukuman Mati, Kuasa Hukum: Abuse Of Power
Baca juga: Heru Hidayat Dituntut Hukuman Mati Terkait Kasus Korupsi Asabri, Kuasa Hukum Sebut Berlebihan
3. Guru Besar Unair Sebut Tidak Tepat
Sementara Tribunnews.com sebelumnya memberitakan, Pakar Hukum Tindak Pidana Korupsi yang sekaligus menjadi Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair), Nur Basuki Minarno, menilai tuntutan pidana hukuman mati terhadap Presiden PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dalam kasus dugaan korupsi Asabri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak tepat.