News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Guru Rudapaksa Santri

Jokowi Atensi Kasus Rudapaksa Santriwati hingga Desakan Pelaku Dihukum Kebiri

Penulis: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Herry Wirawan, guru pesantren yang rudapaksa belasan santriwatinya.

"Ini bisa dilakukan karena korbannya lebih dari satu,yang kedua pelaku melakukannya berkali-kali tidak mungkin satu kali, ketika korbannya bisa hamil."

"Oleh karena itu, memenuhi unsur hukum tambahan kebiri. Jadi bersangkutan bisa dihukum kebiri."

"Itu akan menjadi keputusan hakim yang harus didorong bersama," tegas dia.

Lindungi Santri dari Predator Seksual

Setelah terungkapnya kasus pemerkosaan yang terjadi pada belasan santriwati di Pesantren Manarul Huda Antapani, Bandung, Jawa Barat, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menegaskan pihaknya akan menginvestigasi semua lembaga pendidikan madrasah dan pesantren demi menghindari terjadinya aksi yang sama di pesantren lain.

Berkaitan dengan pernyataan tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni menyampaikan dukungannya.

Menurut Sahroni, dalam hal ini Kemenag perlu menggandeng kepolisian untuk melakukan investigasi dan menemukan indikasi pelecehan lainnya yang belum sempat terungkap.

"Saya sangat mendukung Menteri Agama dalam melakukan investigasi dan pengawasan pada pesantren-pesantren lain di Indonesia. Jangan sampai pelecehan seksual ini seperti fenomena gunung es, di mana sebenarnya banyak terjadi. Tentunya kan kita tidak ingin lembaga pendidikan yang harusnya jadi tempat paling aman buat anak-anak mencari ilmu justru jadi sarang predator," kata Sahroni kepada wartawan, Senin (13/12/2021).

Baca juga: Ini Kata Karutan Kebon Waru Bandung Soal Dugaan Pelaku Rudapaksa Santriwati Babak Belur di Rutan

Sahroni meminta Kemenag agar segera berkordinasi dengan kepolisian dalam menjalankan investigasi ini.

Menurutnya, keterlibatan penegak hukum penting dalam melakukan investigasi, demi memberi edukasi pada masyarakat pesantren terkait aspek pidana dari pelecehan seksual ini.

"Menurut saya Kementerian Agama tidak bisa bekerja sendiri dalam menjalankan investigasi ini, namun perlu adanya pelibatan penegak hukum. Hal ini penting, demi menciptakan sistem pengawasan dan pelaporan yang baik agar hal-hal serupa tidak terjadi, Karena itu saya meminta agar Kemenag segera menjalin komunikasi dengan kepolisian, supaya nanti Polri juga dapat berkoordinasi langsung dengan aparatnya," ujarnya.

"Jadi dalam menghapuskan kekerasan seksual, memang pemerintah, polri dan semua elemen pemerintah harus melindungi santri dan pesantren dari predator seksual," pungkasnya.

Eksploitasi Santri

Herry Wirawan ternyata tak hanya merudapaksa puluhan santriwatinya.

Ia juga mengeksploitasi para korban demi keuntungannya.

Diketahui, Herry merupakan pengurus Pondok Pesantren Madani Boarding School di Cibiru.

Menurut Sekretaris RT setempat, Agus Tatang, para santriwati dipekerjakan sebagai kuli bangunan selama proses pembangunan pesantren tersebut.

"Kalau ada proses pembangunan di sana, santriwati yang disuruh kerja, ada yang ngecat, ada yang nembok, yang harusnya mah laden-nya (buruh kasar) dikerjain sama laki-laki."

"Tapi, di sana mah perempuan semua, enggak ada laki-lakinya," ungkap Agus saat ditemui TribunJabar, Jumat (10/12/2021).

Fakta serupa juga disampaikan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Livia Istania DF Iskandar.

Mengutip Kompas.com, Livia mengungkapkan Herry mengambil dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang seharusnya menjadi hak korban.

"Dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku."

"Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," bebernya, Kamis (9/12/2021).

Parahnya, kata Livia, Herry juga memanfaatkan bayi-bayi korban untuk meminta dana bantuan pada sejumlah pihak.

Bayi-bayi malang yang dilahirkan para korban, oleh Herry diakui sebagai anak yatim piatu.

Karena itu, Livia mendorong Polda Jawa Barat untuk mengusut dugaan eksploitasi ekonomi yang dilakukan Herry.

"LPSK mendorong Polda Jabar juga dapat mengungkapkan dugaan penyalahgunaan, seperti eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku dapat di proses lebih lanjut," tambahnya.

Bangunan Madani Boarding School milik Herry Wirawan di Cibiru, Kota Bandung. (Tribun Jabar / Cipta Permana)

Dihubungi terpisah, kuasa hukum korban, Yudi Kurnia, mengatakan para santriwati tak 100 persen belajar di pesantren yang dikelola Herry.

Mereka mengaku selama ini dijadikan mesin uang oleh Herry.

Setiap harinya, Herry menyuruh para santriwati membuat proposal untuk menggaet donatur agar mau berdonasi untuk pesantren mereka.

Menurut Yudi, tugas membuat proposal tersebut dibagi di antara santriwati.

Ada yang bertugas mengetik dan membereskan proposal untuk menggalang dana.

"Belajarnya tidak full 100 persen, menurut keterangan korban, dia sebetulnya setiap harinya bukan belajar. Mereka itu setiap hari disuruh bikin proposal."

"Ada yang bagian ngetik, ada yang bagian beres-beres proposal galang dana," terang Yudi, Jumat, dikutip dari TribunJabar.

Awal Mula Kasus Terungkap

Anggota Komisi III DPR RI, Dedi Mulyadi, membeberkan awal mula aksi bejat Herry Wirawan terungkap.

Ia mengatakan, kasus rudapaksa itu terungkap saat ada paman dari satu di antara korban mengirimkan putrinya, sebut saja A, ke pesantren milik Herry di kawasan Antapani, Kota Bandung.

Namun, A merasa curiga pada teman-temannya, terutama sepupunya, yang sudah lama menjadi santriwati di pesantren tersebut.

A kemudian melapor pada sang ayah agar mengecek kondisi sepupunya.

Laporan tersebut kemudian diteruskan ayah A pada orang tua si santriwati.

Lalu, di bulan Mei, seorang korban pulang dan diinterogasi orang tuanya.

Awalnya, ia tak mengaku tengah hamil karena merasa takut.

Tetapi, setelah itu korban berterus terang dirinya telah dirudapaksa Herry Wirawan hingga hamil.

Kemudian, kata Dedi, orang tua korban membuat laporan ke Polda Jawa Barat.

Namun, ketika itu pelaku masih sempat menelepon korban agar segera kembali ke pesantren.

"Saat membuat laporan itu, pelaku masih menelepon korban agar segera pulang. Bahkan pelaku mengirimkan mobil untuk menjemput korban," jelas Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon WhatsApp, Minggu (12/12/2021).

Anggota DPR Dedi Mulyadi sempat dicegat banjir di Garut selatan saat mengok santriwati korban pencabulan guru pesantren, Sabtu (11/12/2021). (HANDOUT via Kompas.com)

Diketahui, pada Sabtu (11/12/2021) malam, Dedi menengok para santriwati korban rudapaksa di kediaman mereka di kawasan Garut Selatan.

Menurut Dedi, para korban saat ini sudah dalam keadaan baik-baik saja dan bisa menjalani kehidupan normal.

Kendati demikian, masih ada di antara para korban yang masih trauma.

"Tapi, rata-rata mereka (para korban) sudah mulai membaik. Mereka ingin kembali lagi ke sekolah," tandasnya. (tribun network/thf/Tribunnews.com/TribunJabar.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini