TRIBUNNEWS.COM - Sebulan terakhir, marak kasus kekerasan seksual hingga pelecehan seksual muncul di permukaan.
Salah satu kasus yang banyak disorot, yakni kasus guru pesantren di Kota Bandung bernama Herry Wirawan alias HW yang merudapaksa 12 santrinya sendiri.
Adapun korban aksi bejat HW itu masih di bawah umur, sekitar 12-14 tahun.
Berbagai kalangan pun mengecam aksi bejat oknum tersebut.
Baca juga: Menteri PPPA Dorong Hukuman Kebiri Terhadap Herry Wirawan yang Rudapaksa Belasan Santriwati
Bahkan, banyak yang mendukung HW mendapat hukuman kebiri.
Lantas, seperti apa mekanisme hukuman kebiri di Indonesia?
Diketahui, pemberian hukuman kebiri pada pelaku kekerasan seksual pada anak diatur dalam PP nomor 70 tahun 2020.
Advokat Taufiq Nugroho menjelaskan hukuman kebiri bisa dijatuhkan pada pelaku apabila memenuhi kriteria.
Baca juga: Orang Tua Santriwati Ungkap Aktivitas Anaknya di Tempat Herry Wirawan: Tidak Belajar tapi Urus Bayi
Pertama, korban kekerasan seksual haruslah anak di bawah umur 18 tahun.
Kemudian, pelaku ternyata sebelumnya pernah menjalani hukuman atas perkara kekerasan seksual juga.
Kebiri juga bisa dijerat pada pelaku yang melakukan kekerasan seksual lebih dari 1 anak.
"Korbannya anak dan syarat juga pernah dihukum dalam perkara yang sama, pernah melakukan kekerasan seksual atau korbannya melebih dari satu, " jelas Taufiq dalam program Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (15/12/2021).
Baca juga: Muncul Desakan Hukuman Kebiri untuk Guru Pesantren Rudapaksa 12 Santri, Ini Kata Kejaksaan
"Meskipun dia baru pertama kali melakukan ini (kejahatan seksual), tapi korbannya lebih dari satu. Bisa dikenakan dengan hukuman kebiri ini," tambah dia.
Taufiq menjelaskan hukuman kebiri di Indonesia bukan lah seperti memotong alat vital pelaku.