Lalu, kedua belah pihak sepakat bahwa sekutu tetap bertanggungjawab atas tugasnya, jalan raya Ambarawa-Magelang terbuka untuk republik dan serikat.
Sekutu tidak mengakui aktivitas NICA.
Namun, sekutu mengabaikan bunyi perjanjian yang telah disetujui bersama.
Sehingga terjadilah pertempuran 20 November 1945 yang kemudian menjalar ke dalam kota pada 22 November 1945.
Untuk mengancam kedudukan TKR, sekutu melakukan pemboman ke pedalaman Ambarawa.
Hal tersebut tidak membuat TKR gentar untuk melakukan pembalasan.
Setelah kejadian itu, Ambarawa terbagi 4 sektor, yaitu sektor utara, sektor Selatan, sektor Timur dan sektor Barat.
Kemudian, rakyat Ambarawa yang bersatu dengan TKR membuat sekutu kesulitan menaklukkan wilayah tersebut.
Pada saat iru, TKR menghadapi sekutu berjumlah 19 batalyon.
Pertempuran tersebut menewaskan Kolonel Isdiman yang digantikan oleh Kolonel Soedirman pada 25 November 1945.
Mengetahui itu, sekutu mengancam Ambarawa karena daerah tersebut sangat strategis untuk mencapai Surakarta, Magelang dan Yogyakarta.
Tewasnya Kolonel Isdiman mendorong rakyat dan TKR gencar melakukan serangan balik.
Kemudian, pertempuran terjadi lagi pada akhir November 1945.
Pertempuran tersebut berhasil membuat Inggris mundur ke daerah pesisir.