Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan tanggapan atau replik, atas nota pembelaan (pleidoi) dari terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi di PT Asabri Heru Hidayat dan tim kuasa hukumnya.
Dalam repliknya, jaksa menyoroti terkait dalil pembelaan terdakwa dan tim kuasa hukum terdakwa tentang tuntutan pidana mati.
Di mana pada pleidoinya, terdakwa Heru Hidayat beserta tim kuasa hukum menyebut pasal yang dalam tuntutan bermasalah karena tidak sesuai dengan pasal yang didakwakan.
Atas hal itu jaksa memberikan tanggapan dalam repliknya dengan menjelaskan kalau pada persidangan perkara itu, terdapat hal yang memberatkan terdakwa, sehingga menurut pandangan jaksa terdakwa patut untuk dijatuhkan tuntutan hukuman mati.
Hal itu juga tertuang dalam, Pasal 182 ayat 4 KUHAP, berbunyi yang berbunyi 'Musyawarah tersebut pada ayat 3 harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang'.
Baca juga: Pledoi Heru Hidayat, Kuasa Hukum Soroti Tuduhan JPU yang Tidak Sesuai Fakta Persidangan
"Di dalam perkara aquo Terdakwa didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor dan pada saat di persidangan ditemukan hal-hal yang memberatkan akibat perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa sedangkan pemberatan di Pasal 2 UU Tipikor termuat di dalam ayat 2," kata jaksa dalam repliknya, Kamis (16/12/2021).
"Hal ini sejalan dengan pandangan yang diberikan oleh Satjipto Rahardjo yang memberikan gagasan-gagasan terbaru dalam memaknai hukum, dengan konsep teori hukum progresifnya, yang mana hukum tidak hanya dimaknai secara tekstual saja," sambungnya.
Sehingga, dalam repliknya jaksa menyatakan, pemaknaan terhadap asas ultra petitum partium dapat diberikan pemaknaan lain.
Hal itu dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik penemuan hukum guna mendapatkan keadilan yang sesuai dengan keadilan dalam masyarakat.
Baca juga: Terdakwa Korupsi PT ASABRI, Heru Hidayat Tak Mau Komentar Usai Bacakan Pembelaan atas Tuntutan Mati
Tak hanya itu, pada pemeriksaan perkara pidana juga dikatakan, yang dicari adalah kebenaran materil. Atas hal itu, Hakim dalam memeriksa perkara bersifat aktif dan bebas dalam mempertimbangkan segala sesuatunya yang terkait dengan perkara yang sedang diperiksa tersebut.
"Di dalam KUHAP tidak ada satu pasal pun yang mengatur keharusan hakim untuk memutus perkara sesuai dengan tuntutan jaksa. Hakim bebas menentukan berat ringannya pemidanaan atas perkara yang diperiksa," kata jaksa.
Lebih jauh dalam repliknya, jaksa turut menyatakan, putusan hakim kasus pidana pada dasarnya bertujuan untuk melindungi kepentingan publik.
Sehingga putusan ultra petita dibenarkan sepanjang hal tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan masyarakat luas atau publik.