KPK menetapkan korporasi PT Merial Esa sebagai tersangka pada 1 Maret 2019.
KPK menduga PT Merial Esa secara bersama-sama atau membantu memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait proses pembahasan dan pengesahan RKA-K/L dalam APBN Perubahan 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla RI.
PT Merial Esa disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau pasal 56 KUHP.
Baca juga: Bakamla RI Sukses Selamatkan Potensi Kerugian Negara Lebih dari Rp 4 Triliun Tahun 2021
Pada April 2016, Manager Director PT Rohde & Schwarz Indonesia, Erwin Sya'af Arief, yang juga komisaris PT Merial Esa berkomunikasi dengan Anggota DPR periode 2014-2019, Fayakhun Andriadi, untuk mengupayakan agar proyek satelit pemantau di Badan Keamanan Laut dapat dianggarkan dalam APBN-Perubahan 2016.
Arief juga diduga menjanjikan fee tambahan untuk Andriadi.
Total komitmen fee dalam proyek ini adalah tujuh persen dengan satu persen dari jumlah itu diperuntukkan pada Andriadi.
Sebagai realisasi komitmen fee itu, Direktur PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah, memberikan uang pada Andriadi sebesar 911.480 dolar AS (sekitar Rp12 miliar) yang dikirim secara bertahap sebanyak empat kali melalui rekening di Singapura dan Guangzhou, China.
PT Merial Esa merupakan korporasi yang dimiliki Fahmi Darmawansyah.
Dalam proses terjadinya pemberian suap ini diduga dilakukan oleh orang-orang berdasarkan hubungan kerja ataupun hubungan lain di PT Merial Esa yang bertindak dalam lingkungan korporasi.
PT Merial Esa merupakan korporasi yang disiapkan akan mengerjakan proyek satelit pemantauan di Bakamla setelah dianggarkan dalam APBN Perubahan 2016.