Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perwakilan DPP Partai Rakyat Adil makmur (PRIMA) kembali mendatangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (11/1/2022).
Tim Hukum PRIMA Mangapul Silalahi mengatakan, kedatangan pihaknya kali ini atas undangan tim telah dari Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK atas laporannya terkait dugaan tindak pidana korupsi bisnis tes usap atau Polymerase Chain Reaction (PCR).
Dalam laporannya, PRIMA turut menyeret Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir.
"Kami dari DPP Partai Rakyat Adil Makmur datang memenuhi sebenarnya panggilan karena ada janjian dengan tim telaah KPK terkait dengan laporan dugaan bisnis PCR," kata Mangapul saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta Selatan, Selasa (11/1/2022).
Mangapul mengatakan dalam kedatangannya kali ini, pihaknya membawa sejumlah alat bukti.
Baca juga: PRIMA: Sumber Penyakit Bangsa Indonesia Saat Ini Adalah Oligarki
Setidaknya, ada lima alat bukti yang telah diserahkan ke KPK, di antaranya bukti terkait harga PCR yang dilakukan warga; Peraturan kementerian maritim dan investasi soal konflik interest dan peraturan kementerian BUMN.
"Kami hari ini, membawa ada lima alat bukti, yang tadi kami serahkan ke KPK," katanya.
Kendati begitu, Mangapul menyayangkan sikap KPK dalam pertemuan ini.
Di mana lembaga antirasuah itu kata dia, meminta untuk membawa bukti tambahan.
Adapun bukti tambahan yang dimaksud, yakni terkait akses yang dimiliki pihaknya terhadap kedua kementerian tersebut.
"Ada pernyataan yang buat kami agak menyesalkan, ada nggak kira-kira pelapor punya akses atau jaringan di dua kementerian ini bagaimana penentuan tarif itu loh?" kata dia.
Padahal kata Mangapul, tidak sembarang orang yang dapat mengakses data awal terkait penentuan harga PCR.
Atas hal itu, dia mengaku tak mempunyai data rinci terkait dengan permintaan dari KPK.