News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Guru Rudapaksa Santri

Sederet Alasan Jaksa Tuntut Hukuman Mati dan Kebiri Kimia bagi Herry Wirawan

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kajati Jabar Asep N Mulyana dan terdakwa kasus rudapaksa 13 santri, Herry Wirawan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa pemerkosa terhadap 13 santriwati Herry Wirawan, (36 tahun), dituntut hukuman mati oleh jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.

Kepala Kejati Jawa Barat Asep N Mulyana mengatakan tuntutan hukuman mati itu diberikan kepada Herry Wirawan karena aksi asusilanya yang menyebabkan para korban hamil dinilai sebagai kejahatan yang sangat serius.

"Kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai bukti, sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku," kata Asep di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa, (11/1/2022).

Jaksa juga meminta hakim untuk memberikan tambahan berupa denda senilai Rp 500 juta subsider satu tahun kurungan.

Asep N Mulyana mengatakan, ada beberapa hal yang dinilai memberatkan Herry hingga jaksa menuntut hukuman mati dan kebiri kimia.

Lantas, apa alasan jaksa?

Berikut alasan jaksa menuntut Herry Wirawan dengan hukuman mati sebagaimana dirangkum Tribunnews.com:

1. Mengacu Konvensi PBB

Asep N Mulyana menyebut, kasus Herry Wirawan yang merudapaksa 13 santriwati masuk kategori kejahatan kekerasan seksual.

"Mengacu kepada konvensi PBB menentang penyiksaan hukuman yang tidak manusiawi di mana perbuatan terdakwa masuk kategori kekerasan seksual," ujar Asep usai Sidang Herry Wirawan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kota Bandung, Selasa, dilansir Kompas.com.

Baca juga: Profil Asep N Mulyana, Kajati Jabar yang Pimpin JPU Tuntut Herry Wirawan Hukuman Mati & Kebiri Kimia

2. Kekerasan Seksual pada Anak Didik

Asep melanjutkan, kekerasan seksual yang dilakukan terdakwa dilakukan pada anak didiknya yang merupakan perempuan asuh yang berada dalam relasi kuasa.

"Jadi anak anak berada dalam kondisi yang tidak berdaya karena berada dalam tekanan pelaku dan kedudukan pelaku selaku pendiri pengasuh sekaligus pemilik pondok pesantren," lanjut Asep.

Herry Wirawan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/1/2022). (TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/Gani Kurniawan)

3. Berpotensi Rusak Kesehatan Korban

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini