TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir melaporkan dugaan korupsi di PT Garuda Indonesia Tbk ke Kejaksaan Agung, Selasa (11/1/2022) kemarin.
Dia menyerahkan bukti berupa hasil audit investigasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dugaan korupsi yang dilaporkan berkaitan dengan pengadaan leasing pesawat ATR 72-600.
"Ini kita serahkan audit investigasi jadi bukan tuduhan. Karena kita sudah bukan eranya saling menuduh, tapi mesti ada fakta yang diberikan," tutur Erick.
Tak hanya terkait pengadaan leasing ATR 72-600, dia juga menduga ada korupsi dengan merek pesawat yang berbeda-beda.
Kemudian, Erick juga mengungkapkan lessor atau penyewa pesawat Garuda Indonesia terlalu banyak dibanding maskapai lain, yakni mencapai 28 persen.
Dia juga berkata Garuda Indonesia terlalu memiliki banyak jenis pesawat sehingga operasional lebih mahal.
Setelah didalami lagi, Erick mengatakan banyak pembelian yang hanya sebatas pembelian pesawat.
"Bukan rutenya yang dipetakan, pesawatnya apa. Jadi pesawatnya dulu, baru rutenya."
"Makanya ketika kita audit investigasi ATR 72-600 ini juga indikasinya sama seperti yang sebelum-sebelumnya," terang Erick, dilansir Tribunnews.
Ada Dugaan Mark Up dan Manipulasi Data
Sementara itu, Kejaksaan Agung membeberkan adanya dugaan mark up sewa pesawat dan manipulasi data oleh PT Garuda Indonesia Tbk.
Baca juga: Laporkan Dugaan Korupsi Garuda, Erick Thohir: Sudah Bukan Eranya Menuduh, Kami Berdasarkan Bukti
Baca juga: Erick Thohir Laporkan Kasus Korupsi Garuda Indonesia ke Jaksa Agung
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, mengatakan mark up yang dimaksud termuat dalam waktu perjanjian tahun 2013 hingga saat ini.
Sementara, manipulasi data ditemukan dalam laporan penggunaan bahan bakar pesawat.
"Mark up penyewaan pesawat Garuda Indonesia yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dengan waktu perjanjian tahun 2013 sampai dengan saat ini dan manipulasi data dalam laporan penggunaan bahan bakar pesawat," terang Leonard dalam keterangan tertulis, Selasa (11/1/2022), dikutip dari Kompas.com.
Terkait dugaan tersebut, Kejagung telah membuka penyelidikan.
Surat penyelidikan ini telah keluar sejak 15 November 2021 dengan nomor: Print-25/F.2/Fd.1/11/2021.
Dalam pemeriksaannya, diketahui bahwa berdasarkan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2009-2014 terdapat rencana kegiatan pengadaan penambahan armada sebanyak 64 pesawat yang dilakukan Garuda Indonesia.
Penambahan armada itu dilakukan menggunakan skema pembelian (financial lease) dan sewa (operation lease buy back) melalui pihak lessor.
Leonard menjelaskan, sumber dana yang digunakan dalam rencana penambahan jumlah armada tersebut menggunakan lessor agreement.
Di mana pihak ketiga akan menyediakan dana dan Garuda Indonesia kemudian akan membayar kepada pihak lessor melalui skema pembayaran secara bertahap dengan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflasi.
Selanjutnya, atas RJPP tersebut direalisasikan beberapa jenis pesawat, yakni ATR 72-600 sebanyak 50 unit dengan rincian pembelian lima unit dan penyewaan 45 unit.
Baca juga: Erick Thohir Laporkan Dugaan Korupsi di Garuda, Pimpinan Komisi VI: Bongkar, Tidak Dapat Ditunda
Baca juga: Erick Thohir Tegaskan Program Bersih-bersih Oknum yang Rugikan BUMN
Kemudian pesawat CRJ 1000 sebanyak 18 unit pesawat yang terdiri atas pembelian enam unit dan penyewaan delapan unit.
Dalam prosedur rencana bisnis pengadaan atau sewa pesawat di Garuda Indonesia, kata Leonard, direktur utama membentuk tim pengadaan sewa pesawat atau tim gabungan yang melibatkan personel dari beberapa direktorat perusahaan tersebut.
Mulai dari direktorat teknis, niaga, operasional, dan layanan atau niaga yang akan melakukan kajian dan dituangkan dalam bentuk paper hasil kajian.
Sementara, feasibility study atau studi kelayakan disusun oleh tim atas masukan oleh direktorat terkait yang mengacu pada rencana bisnis yang telah dibahas.
Menurutnya, dalam pembahasan anggaran harus selaras dengan perencanaan armada dengan alasan kelayakan, riset, kajian, tren pasar, hingga habit penumpang yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Atas pengadaan atau sewa pesawat tersebut diduga telah terjadi peristwa pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara dan menguntungkan pihak lessor," imbuh Leonard.
Reaksi Bos Garuda
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, menanggapi laporan yang dilayangkan Erick Thohir ke Kejaksaan Agung.
Ia mengaku mendukung penuh upaya pemerintah untuk memastikan praktik bisnis di lingkungan BUMN sesuai prinsip good corporate governance (GCG).
“Hal tersebut yang juga turut menjadi aspek fundamental dalam misi transformasi Perusahaan yang tengah kami jalankan saat ini guna menjadikan Garuda sebagai entitas bisnis yang sehat,” ucap Irfan di Jakarta, Selasa (11/1/2022), dilansir Tribunnews.
“Sehat tidak hanya dari sisi kinerja keuangan dan operasional, tetapi turut ditunjang oleh fondasi tata kelola Perusahaan yang juga sehat dan solid dalam mengakselerasikan kinerja usaha ke depannya,” tambahnya.
Irfan pun menegaskan pihaknya akan menindaklanjuti setiap keperluan penyelidikan terkait dugaan korupsi di Garuda Indonesia. (Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Shella Latifa A/Reza Deni/Bambang Ismoyo, Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)