TRIBUNNEWS.COM - Kejaksaan Agung saat ini telah memeriksa 11 orang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan satelit slot orbit oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Satelit yang dimaksud adalah Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkumham) slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT).
Informasi tersebut disampaikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Ardiansyah melalui konferensi pers yang disiarkan virtual melalui YouTube Kejaksaan RI, Jumat (14/1/2022).
"Kasus yang sekarang sudah jadi perkara, tentang dugaan tindak pidana korupsi oleh pengadaan satelit slot orbit pada Kementerian Pertahanan (yang dilakukan pada) 2015."
"Kita telah melakukan penyidikan kasus ini selama satu minggu."
"Kita sudah memeriksa beberapa pihak, baik dari pihak swasta atau rekanan pelaksana, maupun dari beberapa orang di Kemenhan."
Baca juga: Iran Berhasil Ujicoba Luncurkan Roket Pembawa Satelit Berbahan Bakar Padat ke Luar Angkasa
Baca juga: Kejagung Tetapkan Dua Tersangka Dugaan Kasus Korupsi LPEI
"Jumlah yang kita periksa ada 11 orang," kata Febrie.
Dalam penyelidikan sebelumnya, kata Febrie, pihaknya telah melakukan diskusi dan koordinasi dengan beberapa pihak yang menguatkan dalam pencarian alat bukti.
"Yakni dengan bantuan tim auditor dari BPKP dan juga didukung oleh dokumen-dokumen lain yang kita jadikan sebagai alat bukti."
"Seperti kontrak dan dokumen-dokumen dalam proses pelaksanaan pekerjaan (proyek) itu sendiri," lanjut Febrie.
Jika nantinya hasil penyidikan ini telah berhasil didapatkan, pihaknya akan segera melakukan gelar perkara.
Termasuk juga penetapan siapa yang jadi tersangkanya.
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi di Asuransi Plat Merah Senilai Rp 161 Miliar Dinaikkan ke Tahap Penyidikan
Negara Rugi Rp 819 Miliar
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membenarkan bahwa saat ini pihaknya dan Kejaksaan Agung sedang menindaklanjuti kasus dugaan pelanggaran hukum di lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Kasus ini terkait dengan kontrak sewa atau pengadaan satelit komunikasi pertahanan slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT).
Kontrak penyewaan tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 819 miliar.
Sehingga perlu adanya tindak lajut yang mendalam terkait kewajiban pembayaran ini.
"Kami melakukan penyelidikan dan penilaian terhadap beberapa informasi yang kami konfirmasikan."
"Yakni tentang adanya dugaaan pelanggaran hukum yang melibatkan kerugian negara atau berpotensi menyebabkan kerugian negara."
Baca juga: Jabatan Pangkostrad Masih Kosong, Panglima TNI: Hanya soal Waktu, Tinggal Tunggu Wanjakti
"Padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah dan melanggar hukum."
"Yaitu Kemenhan, tahun 2015, melakukan kontrak dengan PT Avanti untuk melakukan sesuatu padahal anggarannya belum ada, (tapi sudah) dia kontrak."
"Karena, oleh pengadilan negara ini, (negara) kemudian diwajibkan membayar uang yang sangat besar."
"(Masalah ini) sudah lama menjadi perhatian Kejaksaan Agung (Kejagung) dan kami juga sudah melakukan audit investigasi itu."
"Kami mengkonfirmasi dengan Kejagung bahwa benar Kejagung sedang dan sudah cukup lama menelisik masalah ini."
"Sekali lagi kabar itu memang benar, kami akan tindak lanjuti," kata Mahfud MD dalam konferensi pers virtual melalui YouTube Kemenko Polhukam RI, Kamis (13/1/2022).
Baca juga: Bukti Cukup, Kejagung Segera Naikkan Pelanggaran Proyek Satelit Komunikasi Kemhan ke Penyidikan
Kontrak itu yakni denganAvanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat pada tahun 2015 hingga 2016.
Mahfud menyebut kontrak itu dilakukan untuk membuat Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkumham) dengan nilainya sangat besar.
Sementara, lanjut Mahfud, anggarannya belum ada.
Dan pada 9 Juli 2019 Pengadilan Arbitrase di Inggris menjatuhkan putusan.
Sehingga negara harus membayar sewa satelit Artemis beserta biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling kepada PT Avanti sebesar Rp 515 miliar.
Baca juga: Akui Hancurkan Satelit dengan Rudal Luar Angkasa, Rusia Bersikeras Hal Itu Tidak Membahayakan
“Jadi negara diminta membayar Rp 515 miliar untuk kontrak yang tidak ada dasarnya,” jelas Mahfud
Selain itu, pemerintah juga baru diputus oleh arbitrase di Singapura untuk membayar yang nilainya sampai saat ini sebesar US$ 20.901.209 kepada Navayo yang ditaksir nilainya Rp 304 (miliar).
Sehingga total kewajiban negara sebanyak Rp 819 miliar.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)