Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto (MAN), tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Tahun 2021.
Ardian ditetapkan bersama Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur (AMN) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar (LMSA).
Namun KPK belum bisa menahan Ardian lantaran yang bersangkutan mengaku sedang sakit.
Untuk itu, lembaga antirasuah mengultimatum Ardian agar bersikap kooperatif ketika nanti dipanggil tim penyidik.
"KPK menerima konfirmasi dari tersangka MAN yang menyatakan berhalangan hadir dengan alasan sakit dan KPK menghimbau agar yang bersangkutan hadir kembali sesuai dengan jadwal pemanggilan berikutnya oleh tim penyidik," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (27/1/2022).
Sementara Laode langsung ditahan KPK selama 20 hari pertama, dimulai sejak 27 Januari 2022 hingga 15 Februari 2022 di rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Baca juga: KPK Tetapkan Eks Dirjen di Kemendagri Ardian Noervianto Tersangka Suap Dana PEN Kolaka
Sedangkan Andi sudah menjadi penghuni sel KPK karena sudah menjadi tersangka dalam pengembangan kasus ini.
KPK pun mengaku prihatin bahwa pengajuan dana yang diperuntukkan bagi pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 dikorupsi oleh pihak-pihak yang seharusnya justru bertanggung jawab dan menjadi aktor kunci untuk turut memulihkan ekonomi masyarakat.
"Kami menekankan, bahwa pemanfaatan dana PEN nantinya juga harus betul-betul untuk memulihkan dan membangkitkan kondisi ekonomi rakyat yang tengah terpuruk akibat pandemi," kata Karyoto.
KPK mengimbau agar setiap pejabat publik ataupun penyelenggara negara harus turut memastikan pelaksanaan anggaran negara dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat dengan penuh tanggung jawab.
Baca juga: Bupati Nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur Jalani Sidang Perdana di PN Kendari
KPK Umumkan Eks Dirjen Keuda Kemendagri Sebagai Tersangka Kasus Suap Dana Pemulihan Pandemi Covid-19
Dalam konstruksi perkara, Ardian diduga memanfaatkan jabatannya untuk mengambil keuntungan pribadi usai diberikan tugas untuk mengatur investasi pinjaman PEN dari pemerintah pusat ke daerah pada 2021.
Kasus ini bermula saat Andi meminta bantuan Laode untuk dipertemukan dengan Ardian sekitar Maret 2021.
Andi dan Ardian kemudian bertemu sekitar Mei 2021.
Dalam pertemuan itu, Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN untuk Kolaka Timur sebesar Rp350 miliar.
"Dan meminta agar tersangka MAN (Mochamad Ardian Noervianto) mengawal dan mendukung proses pengajuannya," kata Karyoto.
Atas permintaan itu, Ardian diduga meminta jatah tiga persen dari nilai pengajuan pinjaman ke Andi.
Beberapa waktu setelahnya Andi mengirimkan Rp2 miliar dengan pecahan dua mata uang asing melalui bantuan Laode untuk Ardian.
"Dari uang Rp2 miliar tersebut, diduga dilakukan pembagian di mana tersangka MAN menerima dalam bentuk mata uang dolar Singapura sebesar SDG131 ribu setara dengan Rp1,5 miliar, yang diberikan langsung di rumah pribadinya di Jakarta dan tersangka LMSA (Laode) menerima sebesar Rp500 juta," ujar Karyoto.
Baca juga: KPK Limpahkan Berkas Perkara Eks Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur ke PN Kendari
Setelah uang muka itu diterima, Ardian langsung mengerjakan permintaan pinjaman PEN Kolaka Timur dengan membuat draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.
KPK juga menduga ada pengajuan dana daerah lain yang dimainkan Ardian.
"Akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," kata Karyoto.
Dalam kasus ini, Andi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Ardian dan Laode disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.