Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik proses pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang Bekasi.
Pemeriksaan ini berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemkot Bekasi dengan tersangka Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi (RE) alias Pepen dkk.
"Nadih Arifin (Kepala BPKAD Kota Bekasi), yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan proses pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang Bekasi," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (28/1/2022).
Nadih Arifin pada Jumat ini tak diperiksa sendiri.
Di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, ia diperiksa bersama saksi lain, yakni Kepala Dinas Tata Ruang Pemkot Bekasi, Junaedi.
Baca juga: KPK Duga Rahmat Effendi Sunat Tunjangan Lurah di Pemkot Bekasi
Lewat Junaedi, tim penyidik KPK mengonfirmasi terkait dengan usulan pengadaan lahan.
"Dan dugaan adanya aliran sejumlah uang bagi tersangka RE yang diduga dipergunakan untuk membeli sejumlah aset," kata Ali.
KPK total menetapkan sembilan tersangka dalam kasus itu.
Sebagai penerima, yaitu Rahmat, Sekretaris DPMPTSP M. Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).
Baca juga: KPK Tak Segan Jerat Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Pakai Pasal Pencucian Uang
Sebagai pemberi, yakni Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa Pemkot Bekasi pada tahun 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran sebesar Rp286,5 miliar.
Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar, dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Atas proyek-proyek tersebut, tersangka Rahmat diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan dimaksud serta meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan.
Baca juga: KPK Telusuri Aliran Uang ke Rahmat Effendi Lewat 7 Lurah di Bekasi
Sebagai bentuk komitmen, dia juga diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi dengan sebutan untuk "sumbangan masjid".
Uang pun diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaan Rahmat, yaitu Jumhana Lutfi yang menerima Rp4 miliar dari Lai Bui Min, Wahyudin yang menerima Rp3 miliar dari Makhfud Saifudin, dan mengatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga Rahmat Effendi sejumlah Rp100 juta dari Suryadi.
Tidak hanya itu, Rahmat pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi sebagai pemotongan terkait dengan posisi jabatan yang diembannya.
Uang tersebut diduga untuk operasional Rahmat yang dikelola oleh Mulyadi yang pada saat dilakukan tangkap tangan tersisa uang sejumlah Rp600 juta.
Ada pula tindakan korupsi terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M Bunyamin.