News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Azis Syamsuddin Tersangka

Tangis Azis Syamsuddin di Ruang Sidang, Ungkap Perjalanan Hidup Hingga Keinginan Menjadi Dosen

Penulis: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Azis Syamsuddin menjalani sidang tuntutan kasus suap kepada mantan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (24/1/2022). Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut mantan Wakil Ketua DPR tersebut dengan hukuman empat tahun dua bulan penjara, denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan serta pencabutan hak politik selama lima tahun. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin menangis saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (31/1/2022).

Azis Syamsuddin diketahui duduk sebagai terdakwa dalam kasus suap terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia mengawali nota pembelaan dengan menyampaikan curahan hatinya.

Ia mengungkap kilas balik perjalanan hidup dan latar belakang keluargannya.

"Saya bermaksud mengawali nota pembelaan saya ini dengan curahan hati yang menceritakan kembali kilas balik kehidupan saya jati diri saya yang sesungguhnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pembentukan karakter saya," kata Azis Syamsuddin mengawali nota pembelaannya.

Ia mengungkap dirinya lahir dari pasangan almarhum Syamsuddin Rahim dan almarhum Chosiah Hayum pada 31 Juli 1970 di Rumah Sakit Budi Kemuliaan Jakarta.

Azis merupakan anak bungsu dari lima bersaudara.

Baca juga: Azis Syamsuddin Kapok Berpolitik, Janji Setelah Bebas Jadi Dosen atau Advokat

Ia mengaku bila ayahnya bekerja sebagai pegawai negeri di bank milik pemerintah.

Semasa kecil, dirinya senantiasa mengikuti ayahnya bertugas di berbagai daerah mulai dari Singkawang Kalimantan Barat, Jember Jawa Timur, Padang Sumatera Barat, hingga berakhir di Jakarta.

Menurut dia, rata-rata setiap 3 tahun sekali ayahnya selalu pindah tempat dinas.

Sehingga, ia pun harus mengikuti ayahnya berpindah tempat tinggal.

Selama menjalani hidup mengikuti ayahnya bertugas, dirinya kerap dipelonco.

"Setiap 3 tahun saya selalu dipelonco di berbagai daerah karena saya tidak bisa menggunakan bahasa daerah setempat sehingga saya harus dipelonco dan tegar menghadapi," kata Azis.

Hingga akhirnya, ayahnya pun pensiun dan menetap di Jakarta.

Baca juga: Sambil Menangis, Azis Syamsuddin Cerita Masa Kecilnya Sering Dirundung Teman-temannya

Berada di Jakarta, Azis bersama keluarga sempat tinggal di rumah susun (Rusun) di Tanah Abang, Jakarta Pusat.

"Saya harus tinggal sebagai anak pensiunan pegawai negeri, yang saya rasakan saya tinggal di rumah susun Tanah Abang Blok 6 lantai 2 nomor 4, 25A, Jakarta Pusat," katanya.

Hidupnya yang berpindah-pindah telah mengajarkan Azis tentang kerasnya kehidupan.

"Perjalanan ini memperkenalkan saya kepada kehidupan yang keras, budaya yang berbeda-beda," kata dia.

Ia mengaku, sengaja menceritakan perjalanan hidupnya dalam sidang agar semua pihak mengetahui siapa ia sebenarnya.

"Saya mengutarakan kilas balik hidup saya ini bukan untuk memamerkan dalam sidang yang mulia ini, tetapi semata-mata untuk menunjukkan yang sebenarnya yang saya alami," kata Azis.

Ingin jadi dosen

Azis pun dalam kesempatan tersebut mengaku tidak akan lagi terjun ke dunia politik setelah hakim menjatuhkan vonis terhadapnya.

"Saya juga telah berdiskusi kepada keluarga saya bapak hakim yang mulia, seandainya pada saat nanti jatuh vonis, atau dilakukan suatu keputusan saya bebas, saya berkomitmen untuk tidak masuk ke dunia politik," kata Azis.

Mantan politikus Partai Golkar ini berjanji akan memperbaiki diri dengan memilih menjadi tenaga pendidik seperti dosen, ataupun advokat.

Tujuannya supaya dirinya bisa lebih bermanfaat dan berkontribusi bagi kegiatan sosial.

Pilihan menjadi dosen, ungkap Azis, lantaran dirinya pernah menjadi tenaga pengajar selama 8 tahun dan advokat selama 17 tahun.

Baca juga: Dituntut 4 Tahun 2 Bulan, Azis Syamsuddin Sibuk Mencatat Sepanjang Sidang

"Saya ingin tetap memperjuangkan hak-hak orang lain, saya meyakini hal ini dapat saya jalani dengan berbagai cara, termasuk kembali menjadi advokat, tenaga pengajar sebagai dosen, sehingga berkontribusi bagi kegiatan sosial," ucap dia.

"Saya ingin terus berkarya bagi masyarakat sekalipun bukan sebagai anggota legislatif," katanya.

Diketahui, dalam perkara ini Azis Syamsuddin dituntut jaksa dengan pidana penjara 4 tahun 2 bulan.

Selain itu, jaksa juga menuntut Azis dengan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun, terhitung sejak Azis selesai menjalani pidana penjara.

Jaksa menyatakan Azis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, menyuap mantan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju dan pengacara bernama Maskur Husain dengan total Rp 3,6 miliar.

Baca juga: ICW: Tuntutan Ringan KPK ke Azis Syamsuddin Tak Bikin Kaget

Azis Syamsuddin didakwa sengaja menyuap Stepanus Robin melalui seorang pengacara bernama Maskur Husain dengan tujuan agar membantu mengurus kasus di Lampung Tengah.

Di mana, kasus itu melibatkan Azis Syamsuddin dan orang kepercayaannya, Aliza Gunado.

Dalam dakwaan, disebutkan sejak 8 Oktober 2019 KPK menyelidiki dugaan adanya tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P Kabupaten Lampung Tengah Tahun Anggaran 2017.

KPK kemudian mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sprin.Lidik-45/ 01/ 02/ 2020 tanggal 17 Februari 2020.

Di mana, dalam surat penyelidikan tersebut diduga ada keterlibatan Azis dan Aliza Gunado sebagai pihak penerima suap.

Azis dan Aliza kemudian berupaya agar namanya tidak diusut dalam penyelidikan perkara suap di Lampung Tengah tersebut.

Azis berupaya meminta bantuan ke Stepanus Robin agar tidak dijadikan tersangka dengan memberikan sejumlah uang suap.

Atas perbuatannya, Azis disangkakan melanggar Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Tribunnews.com/ Danang Triatmojo)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini