TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Agama sedang menyiapkan regulasi pencegahan kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan.
Regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri Agama (PMA) ini disusun sebagai langkah mitigasi atas terjadinya sejumlah kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan dalam beberapa tahun terakhir.
“Kami sudah mulai susun regulasinya. Kami jaring saran dan masukan dari berbagai pihak, termasuk dari ormas keagamaan,” ujar Dirjen Pendidikan Islam Muhammad Ali Ramdhani melalui keterangan tertulis, Jumat (4/2/2022).
Baca juga: Pelatih Futsal di Cileungsi Diduga Lecehkan Puluhan Anak, Korban Kini Ketakutan, Belum Lapor Polisi
Dhani mengaku bahwa penyusunan PMA akan memperhatikan dinamika dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
PMA disusun dengan prinsip kehati-hatian, dengan memperhatikan keberagaman dan kekhasan yang ada di lembaga pendidikan keagamaan, khususnya pesantren.
“Semua pihak, baik personal maupun institusi, sudah saatnya sinergi untuk bersama-sama menegakkan nilai-nilai keadilan dengan mendasarkan pada pemahaman keagamaan yang moderat (tawasut) dan sesuai hukum-hukum nasional dan internasional terkait sexual violence," tutur Dhani.
Baca juga: Ikuti Surat Edaran Kemendikbudristek, PTM 50 Persen di DKI Jakarta Berlaku Hari Ini
Baca juga: Sepekan Lebih, Polisi Masih Kesulitas Ungkap Kasus Tabrak Lari Pesepeda di Pasar Minggu
Baca juga: Viral Pamflet Dilantas Polda Metro Razia Masker di Warteg, Melanggar Denda Bayar Rp 250 Ribu
Kasus kekerasan seksual dalam beberapa tahun terakhir dilaporkan terjadi di sejumlah lembaga pendidikan keagamaan.
Beberapa oknum tidak bertanggung jawab di lingkungan lembaga pendidikan keagamaan dilaporkan kepada pihak berwajib karena diduga melakukan tindakan asusila.
Dhani mencatat dalam beberapa tahun terakhir, setidaknya ada 12 laporan yang muncul terkait kasus kekerasan di lembaga pendidikan keagamaan, yaitu di Bandung, Tasikmalaya, Kuningan, Cilacap, Kulonprogo, Bantul, Pinrang, Ogan Ilir, Lhokseumawe, Mojokerto, Jombang, dan Trenggalek.
Beberapa kasus di antaranya masih berproses dalam persidangan di pengadilan.