Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah didesak untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
Tak seperti RUU Ibu Kota Negara (IKN) yang cepat disahkan oleh DPR, pengesahan RUU PPRT sudah mandek selama 18 tahun.
Jumiyem, dari Jaringan Nasional Advokasi (JALA) PRT mengatakan berdasarkan Catatan ILO Tahun 2015, ada sekira 4,2 juta orang Indonesia yang berprofesi sebagai PRT.
Jumlah ini mungkin telah mencapai 5 juta PRT di tahun 2022 berdasarkan perkiraan JALA PRT.
Jumiyem mengatakan pihaknya banyak mendapatkan laporan perlakuan yang tidak manusiawi yang dialami PRT, mulai dari jam istirahat, akses komunikasi, kekerasan hingga pelecehan seksual.
Baca juga: Pemindahan IKN Dinilai Telah Memiliki Legitimasi Syarat Formil Maupun Materiil Perundang-undangan
“PRT kerap menerima pelecehan dan kekerasan yang dia tidak bisa menyuarakan. Dianggap sesuatu yang wajar karena statusnya sebagai PRT,” kata Jumiyem pada konferensi pers Memperingati Hari Pekerja Rumah Tangga, Selasa (8/2/2022).
Hari pekerja rumah tangga jatuh setiap tanggal 15 Februari.
Tanggal tersebut ditetapkan untuk mengenang PRT anak bernama Sunarsih yang bekerja di Surabaya dengan majikan bernama Ita di tahun 2001.
Sunarsih meninggal dunia pada umur 15 tahun karena dianiaya Ita, dan tidak mendapatkan hak-haknya, baik upah, jam istirahat, akses komunikasi hingga akses bersosialisasi.
“Sunarsih bekerja dengan 4 orang temannya dari berbagai wilayah di rumah Ita. Selama 6 bulan bekerja, Sunarsih dan kawan-kawan lain selalu mengalami eksploitasi dan berbagai macam kekerasan. Fisik, psikis, ekonomi dan sosial,” ujarnya.
Ita, si majikan kejam hanya mendapatkan hukuman ringan atas meninggalnya Sunarsih, yakni hanya vonis 2 tahun penjara, tapi hukuman tidak dieksekusi
Ita bahkan sebelumnya pernah melakukan kekejaman kepada PRT dan mengulangi kekejamannya pada PRT lain di tahun 2005.
“Hingga sekarang tidak ada intervensi dari negara untuk mencegah tindak kekerasan dan menjamin pemenuhan hak PRT,” ujarnya.
Tanggal 15 Februari diperingati sebagai hari advokasi Perlindungan PRT Indonesia.
Berkaca dari kasus Sunarsih, Jumiyem berharap ada perhatian dari pemerintah terhadap 5 juta orang yang berprofesi sebagai PRT, agar tidak ada lagi kasus serupa di masa-masa yang akan datang.
Karena masih banyak profesi PRT yang bekerja dalam situasi yang tidak layak, karena tidak diakui sebagai pekerja, tidak memiliki libur mingguan, tidak memiliki jaminan sosial, memiliki beban besar tapi dengan upah yang sangat kecil.
Oleh karena itu, menurutnya penting untuk mendesak dan menuntut DPR juga pemerintah untuk segera mengesahkan RUU PPRT, agar peristiwa Sunarsih tidak terulang lagi.
Momentum hari pekerja rumah tangga diharapkan dapat mendesak pemerintah untuk mewujudkan UU PPRT.
“Kami mendesak perwujudan segera UU PPRT yang sudah 18 tahun di DPR. Sebenarnya setiap peringatan hari PRT nasional maupun internasional, kita selalu menyampaikan harapan semoga RUU PPRT disahkan. Harapannya juga peringatan PRT nasional ke 16 tidak lagi berharap semoga disahkan, tapi sudah disahkan,” ujarnya.