Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi dengan tersangka Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi (RE) dkk, Selasa (8/2/2022).
Para saksi yang diperiksa tim penyidik KPK yaitu, Reynaldi, PNS Dinas Pariwisata Pemkot Bekasi; Nadih Arifin, Kepala BPKAD; Dewi Rosita, Kabag Perencanaan RSUD; dan Neneng Sumiati, Sekdis Ketenagakerjaan.
"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan pengetahuan saksi atas dugaan pemotongan sejumlah uang para ASN pada beberapa dinas di Pemkot Bekasi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (9/2/2022).
Selain itu, penyidik KPK juga mendalami proses ganti rugi lahan Grand Kota Bintang Bekasi dari keempatnya.
"Di samping itu juga pendalaman terkait pengetahuan para saksi mengenai proses ganti rugi lahan Grand Kota Bintang Bekasi," kata Ali.
Dalam perkara ini, Rahmat Effendi dan delapan orang lain telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.
Baca juga: KPK Sita Dokumen Kasus Dugaan Korupsi Anoda Logam Antam-Loco Montrado
Kedelapan orang itu antara lain Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M. Buyamin; Lurah Kati Sari Mulyadi; Camat Jatisampurna Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi.
Kemudian Direktur PT MAM Energindo Ali Amril; pihak swasta Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri Suryadi; dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.
Ganti rugi itu untuk pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu senilai Rp21,8 miliar serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar.
Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Baca juga: Diperiksa KPK Soal Comitment Fee Formula E, Ketua DPRD DKI Jakarta: Ada Ijon ke Bank DKI Rp 180 M
Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi tanah milik swasta dan melakukan intervensi.
Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.
Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.
Baca juga: Jaksa KPK Tolak Eksepsi Penggabungan Perkara Terdakwa Eks Pejabat Ditjen Pajak
Uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.
Tidak hanya itu, Rahmat Effendi diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.
Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola Mulyadi.
Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M Bunyamin.