Menurut Mufti, regulasi mengenai profesi Apoteker saat ini belum komprehensif integral dan oleh karena itu profesi apoteker perlu diatur dengan undang-undang tersendiri.
"Ini berarti regulasi berupa Undang-Undang Praktik Apoteker sangat diperlukan bagi profesi Apoteker karena tanpa ada regulasi secara nasional berupa undang-undang tidak akan ada pengakuan kewenangan yang jelas, perlindungan praktik hingga pengamanan masyarakat dari penyalahgunaan/penggunasalahan obat," katanya.
"Apa yang kita kerjakan hari ini bukan untuk MFI, tapi untuk masyarakat secara umum dan apoteker secara khusus,” tegas Mufti menambahkan.
Bagaimana muatan RUU Praktik Apoteker?
Terpisah, Apt. Fidi Setyawan, M.Kes menjelaskan bahwa RUU Praktik Apoteker disusun berdasarkan muatan materi serta landasan sosiologis, filosofis, dan yuridis.
Undang-undang Praktik Apoteker mempunyai urgensitas untuk segera dibentuk secara spesifik dan terpisah dari undang-undang tenaga kesehatan.
Materi muatan dari undang-undang Praktik Apoteker harus jelas dan tegas mengatur mengenai ruang lingkup praktik apoteker (pendidikan apoteker, penyelenggaraan praktik, fasilitas praktik, produk sediaan farmasi, peran dan wewenang apoteker, serta hak dan kewajiban apoteker dan masyarakat), kompetensi (registrasi, dan lisensi) serta kelembagaannya yang terdiri dari organisasi profesi, kolegium, dan konsil Apoteker Indonesia.
Berdasarkan materi muatan tersebut, diharapkan undang-undang Apoteker ini mengandung norma yang bersifat perintah terkait dengan pendidikan, kompetensi, pelaksanan praktik dan kelembagaan profesi Apoteker.
“UU tersebut akan meniscayakan praktik Apoteker yang mandiri, kompeten, berkualitas, dan profesional, sehingga perlindungan pada masyarakat benar-benar terjamin,” papar Fidi.
Menurut dia yang tak kalah penting, diskriminasi dan kriminalisasi terhadap profesi Apoteker harus diakhiri serta apoteker dapat tenang menjalankan profesinya dengan diwujudkannya Undang-undang Praktik Apoteker.