Brigjen Junior Tumilaar merupakan lulusan 1988-A dari kecabangan Zeni, sementara Jenderal Dudung lulusan Akmil 1988-B dari kecabangan infanteri.
Pada tahun 1988 memang terjadi lulusan kembar, baik Akmil, AAL, AAU, maupun Akpol.
Hal itu karena terjadi perubahan pola pendidikan dari empat tahun menjadi tiga tahun.
Abituren 1988-A merupakan perwira werfing (masuk pendidikan) pada 1984, sedangkan abituren 1988 B merupakan perwira werfing pada 1985.
Setelah lulus dari Akmil Magelang Brigjen Junior Tumilaar sempat menjadi Komandan Kodim 0211/Tapanuli Tengah, Dosen Utama Seskoad, dan sempat pula menjadi Inspektur Komando Daerah Militer XIII/Merdeka.
Adapun Jenderal Dudung selepas lulus dari Lembah Tidar langsung ditempatkan di Yonif Raider Sus 744/SYB.
Jabatan pertama yang dipegangnya adalah sebagai Komandan Peleton III Kompi B Yonif 744/Satya Yudha Bakti dari tahun 1989 sampai 1992.
Di Yonif 744/Satya Yudha Bakti juga Letjen Dudung pernah jadi Komandan Peleton II Kompi B Yonif 744/Satya Yudha Bakti dari 1992 sampai 1993.
Kemudian menjadi Komandan Peleton I Kompi B Yonif 744/Satya Yudha Bakti dari tahun1993 sampai 1994.
Karier Jenderal Dudung melesat setelah ia menjadi Gubernur Akademi Militer (Akmil).
Manuvernya membuat patung Proklamator Sukarno di Akademi Militer (Akmil), Magelang, menjadi titik balik perjalanan kariernya di dunia militer.
Pada 7 Februari 2020, Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri meresmikan patung ayahnya di Akmil.
Patung Bung Karno di kesatrian militer tersebut merupakan yang pertama berdiri dan itu berkat Mayjen Dudung yang kala itu menjabat sebagai gubernur Akmil.
Di titik inilah karier Dudung mulai terlihat lapang.