TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) tak menerima gugatan Presidential Threshold dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Ferry Joko Yuliantono.
MK tak menerima permohonan Ferry karena yang bersangkutan dianggap tidak punya kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan.
Adapun gugatan Ferry yang teregistrasi dengan perkara nomor 66/PUU-XIX/2021 menyoal ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen yang tertuang pada Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu.
"Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman membaca konklusi, di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Kamis (24/2/2022).
Berkenaan dengan Pemohon tak punya kedudukan hukum, maka MK tidak mempertimbangkan pokok permohonannya. Sehingga dalam amar putusannya MK menyatakan tidak dapat menerima permohonan Pemohon.
"Amar putusan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," terang Anwar Usman.
Baca juga: 6 Parpol Nonparlemen Bentuk Koalisi, Bakal Gugat Presidential Threshold ke MK
Dalam pertimbangannya, Ferry yang mengajukan permohonan tidak dipandang mewakili Partai Gerindra.
Hal ini karena dalam mengajukan permohonan, Ferry tak melengkapi dokumen surat izin dari partai.
Selain itu, MK juga menyatakan bahwa pihak yang dirugikan dalam aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden adalah partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu, dan bukan perseorangan. Hal ini sesuai dengan amanat konstitusi Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.