News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Sepekan Lebih Konflik Rusia dan Ukraina Terjadi, Apa Dampaknya Bagi Ekonomi Nasional Indonesia?

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemandangan kantor pusat pemerintahan Kharkiv yang rusak akibat penembakan di Kharkiv pada 1 Maret 2022. Alun-alun pusat kota kedua Ukraina, Kharkiv, ditembaki oleh pasukan Rusia -- menghantam gedung pemerintahan lokal -- kata gubernur Oleg Sinegubov.

TRIBUNNEWS.COM - Konflik militer antara Rusia dan Ukraina belum menemukan kesepakatan damai.

Terhitung dari awal mula konflik terjadi pada Rabu (23/2/2022) hingga Sabtu (5/3/2022) hari ini, konflik telah terjadi selama kurang lebih 11 hari.

Perang masih saja terjadi, bahkan setelah dua kali perundingan dilakukan.

Lantas apa dampak konflik antara Rusia dan Ukraina terhadap ekonomi nasional Indonesia?

Mengutip laman resmi DPR RI, Sabtu (5/3/2022) Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengurai dampak yang terjadi di Indonesia jika konflik antara Rusia dan Ukraina masih berkepanjangan.

Menurut Hergun, sapaan akrab Heri Gunawan, konflik ini akan memicu munculnya gejolak di ekonomi global, termasuk ekonomi nasional.

Dampak nyata yang telah terjadi adalah meningkatnya harga minyak dunia.

Tercatat pada Rabu (2/3/2022) harga minyak mentah berjangka Brent, sudah naik menjadi 107,47 dolar AS per barel untuk kontrak Mei 2022.

Baca juga: Hari ke-10 Invasi, Pasukan Rusia Berhenti Menembak agar Warga Ukraina Bisa Mengungsi

Selain itu, konflik yang terjadi di Ukraina ini akan berdampak pada melemahnya kinerja ekspor impor Indonesia. 

Juga tentunya akan membuat harga gandum dan produk turunannya, meroket.

Pasalnya Ukraina merupakan salah satu negara pemasok gandum bagi dunia.

Untuk diketahui, bagi Indonesia, Ukraina merupakan negara pemasok gandum terbesar kedua setelah Australia.

Pada 2021, total nilai impor gandum Indonesia mencapai 3,54 miliar dolar AS.

Impor terbesar adalah dari Australia yang mencapai 41,58 persen atau nilainya sebesar 1,47 miliar dollar AS.

Selanjutnya, impor gandum dari Ukraina sebesar 25,91 persen atau senilai 919,43 juta dolar AS.

Kebutuhan Indonesia akan gandum ini, kata Hergun, membawa Indonesia ke peringkat ke-14 dunia sebagai konsumen gandum terbesar.

Biji gandum. (Food Navigator)

Tercatat pada 2021/2022, Indonesia merupakan pengonsumsi gandum peringkat ke-14 dunia dengan 10,4 juta ton. 

Peringkat pertama diduduki China dengan 148,5 juta ton.

Baca juga: Bilang Ingin Vladimir Putin Dibunuh, Senator AS Ini Dikecam Dubes Rusia hingga Gedung Putih

Jika konflik terus-menerus terjadi di Ukraina, maka produksi olahan gandum dalam negeri pasti terganggu.

Apalagi industri makanan minuman di Indonesia banyak uang membutuhkan gandum untuk bahan baku.

Kondisi ini tentunya harus diantisipasi pemerintah.

Pemerintah, lanjut Hergun, harus menyiapkan langkah mitigasi menghadapi kelangkaan gandum.

Apalagi saat ini Indonesia sedang berusaha melakukan pemulihan ekonomi pasca pandemi.

Menurut Hergun, pemerintah perlu menjajaki negara-negara lain untuk menggantikan pasokan gandum dari Ukraina, sementara ini.

“Meskipun diperkirakan akan kesulitan mendapatkan substitusi negara penghasil gandum, tapi pemerintah harus mencoba secara optimal,” kata Hergun, Jumat (4/3/2022)

Jangan sampai pemerintah terlambat menanganinya, hingga akhirny krisis bahan pangan seperti gandum, terjadi di Indonesia.

“Saat ini rakyat masih kesusahan akibat lonjakan harga minyak goreng, kedelai, dan daging sapi."

Baca juga: Singapura Umumkan Sanksi Terhadap Rusia: Larangan Ekspor hingga Bekukan Empat Bank

"Bila ditambah lagi dengan lonjakan harga gandum dan produk turunannya, maka akan menambah beban rakyat,” lanjut Hergun.

Jika ditarik lebih panjang lagi, bahan baku langka akan membuat harga barang jadi olahan gandum pun akan meningkat.

Produksi menurun hingga hilangnya lapangan kerja bagi para karyawan.

“Bila produksi menurun, bisa mengakibatkan pengurangan karyawan baik yang dikurangi jam kerjanya, dirumahkan, atau di-PHK."

"Hal tersebut bisa meningkatkan angka pengangguran dan kemiskinan pada 2022."

"Padahal, pada 2021, angka penggangguran sudah turun dari 7,07 persen pada Agustus 2020 menjadi 6,49 persen pada Agustus 2021."

"Dan angka kemiskinan juga turun dari 10,19 persen pada September 2020 menjadi 9,71 persen pada September 2021,” ungkap Kapoksi Gerindra di Komisi XI DPR ini.

Untuk itu, pemerintah perlu melakukan langkah antisipasi sedini mungkin agar tak menimbulkan kelangkaan dan kenaikan harga.

Hergun berharap, persoalan ini bisa segera diatasi.

Baca juga: Singapura Umumkan Sanksi Terhadap Rusia: Larangan Ekspor hingga Bekukan Empat Bank

Invasi Cepat Berakhir, Dampak Semakin Kecil

Menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman, dampak kenaikan harga pangan berbahan dasar gandum di Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh berapa lama invasi Rusia di Ukraina terjadi.

Semakin cepat invasi itu berakhir, maka semakin kecil pula dampaknya pada kenaikan harga.

Sementara ini, kata Adhi, memang harga makanan berbahan gandum belum begitu menunjukkan gejolak.

Ini karena pemerintah masih ada stok bahan baku untuk dua hingga tiga bulan ke depan. 

"Industri sebenarnya masih punya stok yang tersedia baik bahan baku maupun barang jadi."

" Jadi, industri tidak serta merta menaikkan harga langsung dengan kenaikan harga spot," kata Adhi dikutip dari Kompas.com.

Kendati demikian tetap perlu dilakukan langkah antisipasinya, sebelum kelangkaan dan lkenaikan barang terjadi.

Sebagian artikel telah tayang di https://www.kompas.com/global/read/2022/03/05/093100570/dampak-perang-rusia-ukraina-bagi-indonesia-harga-mi-instan-dan-bunga?page=all

(Tribunnews.comGaluh Widya Wardani)(Kompas.com/Danur Lambang Pristiandaru)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini