TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Farmasi Badan Narkotika Nasional (BNN), Brigjen Pol Mukti Jusmir mengatakan bahwa narkotika jenis cannabis atau ganja yang tumbuh di Indonesia bukan jenis yang bisa digunakan untuk keperluan pengobatan.
Hal ini ia sampaikan mewakili presiden dalam sidang nomor perkara 106/PUU-XVIII/2020 terkait gugatan uji materiil UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (7/3/2022).
"Jenis cannabis yang tumbuh di Indonesia bukanlah jenis cannabis yang dapat digunakan untuk pengobatan. Karena kandungan THC jauh lebih besar daripada kandungan CBD-nya," kata Mukti.
Bahkan ia menerangkan bahwa penggunaan ganja di Indonesia lebih punya kecenderungan untuk kebutuhan rekreasi ketimbang medis.
Hal ini terlihat dari data di mana kasus sitaan ganja berada di urutan kedua terbesar, sabu tempati urutan pertama terbanyak.
Mukti juga menegaskan bahwa tanaman cannabis di Indonesia punya efek yang jauh lebih merugikan ketimbang manfaatnya. Terlebih ganja dinilai tidak punya kekhususan seperti morfin yang berguna bagi analitik lokal bagi orang yang alami luka bakar atau operasi.
Baca juga: Komisi III DPR Soal Pemusnahan 6,28 Hektar Ladang Ganja di Aceh: Polisi Sigap Berantas Hulu ke Hilir
"Tingginya kasus sitaan ganja di Indonesia, saat ini urutan kedua setelah sabu, menunjukkan bahwa ganja banyak digunakan untuk rekreasional," jelasnya.
"Tanaman cannabis saat ini di Indonesia punya efek merugikan yang jauh lebih besar daripada manfaatnya," pungkas Mukti.
Sebagai informasi uji materiil UU Narkotika ini dimohonkan oleh Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, Nafiah Murhayanti. Mereka menggugat Pasal 6 ayat (1) huruf a beserta Penjelasan dan Pasal 8 ayat (1).