News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penjara di Rumah Bupati Langkat

LPSK Ungkap Ada Tindakan Penistaan Agama dalam Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu (kanan) saat konferensi pers di Gedung LPSK, Jakarta Timur, Rabu (9/3/2022).

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengungkapkan, pihaknya mendapati adanya dugaan tindak pidana penistaan agama atas keberadaan kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin.

Hal itu didapati saat LPSK melakukan investigasi dan koordinasi langsung ke rumah Terbit Rencana Peranginangin di Langkat, Sumatera Utara sejak 27 Januari hingga 5 Maret 2022.

Adapun dugaan tindak pidana itu didasari atas pengakuan korban atau penghuni kerangkeng yang menyatakan kalau adanya pelarangan ibadah, baik untuk umat Islam maupun agama lain.

"Dugaan tindak pidana yang ditemui oleh tim LPSK. Terjadi penistaan agama dimana terjadi larangan solat jumat bagi muslim dan larangan ibadah minggu bagi umat kristiani," kata Edwin saat konferensi pers di Gedung LPSK, Jakarta Timur, Rabu (9/3/2022).

Tak hanya ibadah rutin, pihak atau penjaga dari kerangkeng itu juga melarang seluruh anak kereng (sebutan untuk penghuni kerangkeng) beribadah pada hari besar.

Ironisnya, untuk yang beragama Islam, dipaksa untuk memakan daging hewan yang dilarang sebagaimana yang terkandung dalam ayat suci Alquran.

Baca juga: LPSK Ungkap Tindakan Biadab di Kerangkeng Bupati Langkat: Penghuni Ditelanjangi Hingga Lomba Onani

"Kemudian larangan ibadah di hari besar. Kemudian menyuguhkan makanan haram bagi umat muslim seperti babi," kata Edwin.

Tak cukup di situ, Edwin juga mengungkapkan adanya penerapan kepada penghuni kerangkeng yang dinilainya tidak masuk akal.

Di mana, terhadap penghuni kerangkeng yang meninggal dunia di tempat tersebut, langkah yang dilakukan pihak kerangkeng terhadap jenazah yakni memandikannya dengan menggunakan air kolam ikan.

"Kemudian ada pemandian jenazah menggunakan air kolam ikan. Jadi setelah korban meninggal dimandikannya dengan air kolam ikan kemudian dikafankan, dimasukkan ke dalam peti dikirim," ucapnya.

Dalam temuannya tersebut, Edwin juga mengatakan, pihaknya mendapati adanya tindakan merendahkan martabat manusia.

Baca juga: Komnas HAM Sebut Puspom TNI Juga Akan Dikerahkan Selidiki Kasus Kerangkeng Langkat

Setidaknya ada 12 poin temuan yang dilakukan LPSK dari adanya kerangkeng manusia tersebut.

"Kami mendapati adanya peristiwa merendahkan martabat para anak kereng (sebutan penghuni kerangkeng atau korban)," kata Edwin.

Edwin lantas menjabarkan beberapa poin tindakan merendahkan martabat yang dialami anak kereng selama di dalam kerangkeng milik Terbit Rencana Peranginangin itu.

Pertama, kata dia, ada tindakan membotakkan kepala anak kereng, kedua, menelanjangi, serta meludahi mulut dari anak kereng.

Tak hanya itu, terdapat pula tindakan menelan air seni sendiri, menjilati sayur di lantai, mengunyah cabai sebanyak setengah kilogram lalu dilumuri ke wajah serta kelamin.

Bahkan kata Edwin, ada tindakan yang membuat dirinya tak kuasa menyebut hal itu, yakni anak kereng diminta untuk lomba onani hingga menjilati kelamin hewan.

"Ini bahkan, sampai saya tak kuasa menyebutnya, baru saat ini selama 20 tahun saya menangani korban, kasus ini yang paling kejam yang saya temui," ujarnya.

"Disuruh minum air seni sendiri dan menjilati kemaluan hewan anjing, anak kereng disuruh lomba onani," kata dia.

Baca juga: Kapolda Sumut Janji Bakal Segera Umumkan Tersangka Kasus Tewas di Kerangkeng Bupati Langkat

Sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menerjunkan tim ke Sumatera Utara untuk melakukan investigasi dan pendalaman terkait adanya kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Peranginangin.

Pada investigasi yang dilakukan LPSK pekan lalu itu, hasilnya terdapat beberapa temuan yang mengarah akan adanya dugaan tindak pidana.

Ketua LPSK, Hasto Atmojo mengatakan, setidaknya, ada tiga dugaan tindak pidana yang ditemukan oleh tim investigasi LPSK saat menyambangi langsung kediaman orang nomor satu di Kabupaten Langkat tersebut.

"Untuk sementara LPSK berkesimpulan bahwa setidak-tidaknya ada dugaan tindak pidana dalam kasus penjara atau kerangkeng atau sel di rumah yg ada di Langkat. Paling tidak ada tiga tindak pidana," kata Hasto saat konferensi pers di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin (31/1/2022).

Hasto membeberkan keseluruhan dugaan tindak pidana yang ditemui pihaknya itu. Pertama, kata dia ada dugaan menghilangkan kemerdekaan orang atau beberapa orang secara tidak sah.

Tindak pidana itu, kata Hasto, dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penghilangan kemerdekaan tersebut.

"Hal ini bisa kita sebut ini adalah penyekapan," ujar Hasto.

Kedua, kata dia, adanya dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Dugaan TPPO itu ada kaitannya dengan pemanfaatan tenaga para penghuni kerangkeng secara paksa untuk melakukan pekerjaan di kebun sawit atau perusahaan yang diduga dimiliki oleh Terbit Rencana Peranginangin.

"Berkaitan dengan adanya pendayagunaan orang-orang yang ada di dalam sel ini untuk melakukan pekerjaan-pekrjaan di kebun sawit atau perusahaan yang dimiliki oleh terduga pelaku secara paksa dan barangkali tidak memenuhi aturan di dalan ketenagakerjaan," katanya.

Ketiga, LPSK melihat adanya dugaan tindak pidana lokasi rehabilitasi ilegal. Kerangkeng manusia itu kata Hasto, dinilai merupakan panti rehabilitasi ilegal dan tidak memenuhi standar.

Sebab, Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat telah menyatakan kalaj tempat itu bukan merupakan panti rehabilitasi yang sah.

"Itu kan fasilitas yang ada di dalam kerangkeng ini tidak memenuhi standar baik sebagai penjara maupun pusat rehabilitasi," ucap Hasto.

Terlebih kata dia, kerangkeng manusia itu diisi oleh beberapa orang dan fasilitas sanitasi sangat buruk mengingat saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19.

"Bahkan barangkali, apalagi di masa pandemi apakah layak menempatkan orang dalam satu ruangan yang penuh sesak dan apakah dipenuhi standar-standar oleh prosedur kesehatan. Ini bisa di dalami lebih lanjut," tukasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini