Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Jhonlin Baratama, anak usaha Jhonlin Group milik Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam, disebut sempat menawar fee untuk pemeriksa pajak dan pejabat struktural terkait pengurangan nilai wajib pajak perusahaan.
Dari kesepakatan Rp 40 miliar, PT Jhonlin Baratama menawar Rp 30 miliar.
Demikian terungkap saat anggota tim pemeriksa pajak, Febrian, bersaksi dalam sidang lanjutan perkara suap pemeriksaan pajak dengan terdakwa mantan pegawai dan pemeriksa pajak, Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (8/3/2022).
Uang puluhan miliar itu untuk "mengkondisikan" nilai wajib pajak PT Jhonlin Baratama tahun pajak 2016 dan 2017.
Baca juga: Saksi Kunci Sebut PT Jhonlin Baratama Haji Isam Suap Pejabat DJP Demi Turunkan Nilai Pajak
Febrian mengaku mendengar permintaan mengurangi fee tersebut dari tim pemeriksa pajak, Yulmanizar.
Melalui konsultan pajak bernama Agus Susetyo, nilai pajak PT Jhonlin Baratama dikondisikan dari sekitar Rp40 miliar hingga Rp50 miliar menjadi Rp10 miliar.
"Pak Yul (Yulmanizar) pernah cerita kalau wajib pajak menawar, Yang Mulia, dari 40 tadi setelah surat ketatpan pajak keluar wajib pajak menawar lagi supaya enggak segitu. Pak Yul pernah cerita ke saya gitu, fee akhirnya Rp30 miliar," ungkap Febrian saat bersaksi.
Ketua Majelis Hakim, Fahzal Hendri, lantas mengonfirmasi pengakuan itu kepada Yulmanizar yang juga dihadirkan jaksa bersaksi.
Yulmanizar lantas menepis pengakuan Febrian.
Menurut Yulmanizar, uang yang digelontorkan untuk mengkondisikan nilai pajak PT Jhonlin Baratama senilai Rp50 miliar.
Dari jumlah tersebut, komposisi untuk membayar pajak senilai Rp10 miliar, dan sisanya merupakan fee yang dibagi untuk Agus Susetyo, tim pemeriksa pajak, dan dua pejabat pajak, Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani.
"Enggak, Yang Mulia. Masih Rp40 miliar," kata Yulmanizar.
Dari Rp40 miliar itu, Agus Susetyo kecipratan Rp5 miliar, Angin dan Dadan mendapat Rp17,5 miliar, dan sisanya Rp17,5 diperuntukan buat empat anggota tim pemeriksa pajak.
"Agus dapat Rp5 miliar," kata Yulmanizar.
Dalam kesaksiannya, Yulmanizar dan Febrian kompak mengakui menerima uang dalam beberapa tahap.
Febrian mengaku menerima uang dalam dua tahap.
Sementara Yulmanizar menerima uang dalam empat tahap.
"Kalau ke saya 2 kali, pertama masih di DJP, yang kedua saya enggak lagi di DJP," ujar Febrian.
Diketahui, KPK sudah menetapkan delapan tersangka dalam kasus suap pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 pada Ditjen Pajak.
Yakni, mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, Angin Prayitno Aji (APA); serta bekas Kepala Sub Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak, Dadan Ramdani (DR).
Kemudian, tiga konsultan pajak Ryan Ahmad Ronas (RAR); Aulia Imran Maghribi (AIM); dan Agus Susetyo (AS); serta seorang kuasa wajib pajak, Veronika Lindawati (VL).
Selanjutnya, mantan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bantaeng, Sulawesi Selatan, Wawan Ridwan (WR); dan eks Fungsional Pemeriksa Pajak pada Kanwil DJP Jawa Barat II, Alfred Simanjuntak (AS).
Empat pejabat pajak yakni, Angin Prayitno Aji, Dadan Ramdani, Wawan Ridwan, dan Alfred Simanjuntak ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Sementara tiga konsultan serta satu kuasa wajib pajak merupakan pihak pemberi suap.
Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdan sudah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Angin dihukum 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan dan Dadan Ramdani divonis 6 tahun dan denda Rp300 juta subsider 2 bulan kurungan.
Majelis hakim menyatakan kedua terdakwa itu terbukti secara sah dah meyakinkan melakukan korupsi, yakni menerima suap terkait perhitungan pajak tiga perusahaan, yakni PT Gunung Madu Plantations (GMP) untuk tahun pajak 2016; PT Bank PAN Indonesia (Panin) Tbk. tahun pajak 2016; dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.
Perbuatan rasuah itu dilakukan bersama-sama dengan Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrianselaku Tim Pemeriksa Pajak.
Angin dan Dadan sebelumnya disebut menerima suap senilai Rp15 miliar dan 4 juta dolar Singapura atau sekitar Rp42.169.984.851 dari para wajib pajak.
Jika dihitung, total dugaan suap yang keduanya terima Rp 57 miliar.
Pemberian uang itu untuk merekayasa hasil penghitungan wajib pajak perusahaan tersebut.
Adapun rincian penerimaan uang, yaitu sekitar Januari-Februari 2018 dengan jumlah keseluruhan Rp15 miliar yang diserahkan oleh Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Maghribi sebagai perwakilan PT Gunung Madu Plantations.
Lalu pada pertengahan tahun 2018 sebesar 500 ribu dolar Singapura yang diserahkan oleh Veronika Lindawati sebagai perwakilan Bank Panin dari total komitmen sebesar Rp25 miliar.
Kemudian, sekitar Juli-September 2019 senilai total 3 juta dolar Singapura diserahkan oleh Agus Susetyo sebagai perwakilan PT Jhonlin Baratama.
Dalam surat dakwaan jaksa, tim pemeriksa pajak menemukan potensi pajak tahun pajak 2016 untuk PT Jhonlin Baratama sebesar Rp6.608.976.659 dan tahun pajak 2017 sebesar Rp19.049.387.750.
Agus Susetyo pada 29 Maret 2019 meminta tim pemeriksa pajak merekayasa tahun pajak 2016-2017 PT Jhonlin Baratama menjadi Rp10 miliar.
Agus menjanjikan fee sebesar Rp50 miliar terkait pengurusan pajak tersebut.
Akhirnya ketetapan pajak masa pajak tahun 2016 dan 2017 direkayasa senilai Rp10.689.735.155.
Sementara itu, nama Haji Isam sebelumnya sempat beberapa kali muncul dalam persidangan.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) mantan tim pemeriksa pajak Direktorat Jenderal Pajak, Yulmanizar, yang dibacakan jaksa dalam persidangan terungkap bahwa Haji Isam disebut memberikan perintah langsung terkait pengondisian nilai pajak PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.
Dijelaskan pada BAP bahwa dalam pertemuan antara tim pemeriksa pajak dengan konsultan pajak PT Jhonlin Baratama, Agus Susetyo, ada permintaan ihwal pengondisian pajak perusahaan sebesar Rp10 miliar.
"Kami lanjutkan, saya tambahkan bahwa pada saat pertemuan dengan Agus Susetyo ini, dalam penyampaiannya atas permintaan pengondisian nilai SKP (Surat Ketetapan Pajak) PT Jhonlin Baratama disampaikan kepada kami, bahwa ini adalah permintaan langsung dari pemilik PT Jhonlin Baratama yakni Samsudin Andi Arsyad atau Haji Isam untuk membantu pengurusan dan pengondisian nilai SKP tersebut. Apa benar demikian?" tanya jaksa mengonfirmasi BAP Yulmanizar, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/10/2021).
"Iya, itu disampaikan oleh Pak Agus (Agus Susetyo)," jawab Yulmanizar.
Yulmanizar mengakui pengondisian nilai pajak perusahaan berikut fee yang diberikan diketahui oleh Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani.
"Betul," jawab Yulmanizar.
Haji Isam melalui pengacara sekaligus juru bicaranya, Junaidi, sebelumnya membantah hal tersebut.
Menurut Junaidi, keterangan saksi yang menyudutkan Haji Isam tidak benar.
Junaidi mengatakan, Haji Isam sebagai ultimate shareholder tidak pernah melakukan pengurusan terhadap perusahaan-perusahaan Jhonlin Group, khususnya PT Jhonlin Baratama.
Sebab itu, kata Junaidi, kliennya berharap keadilan dan rehabilitasi nama baiknya dari kasus pajak yang mengaitkannya.
"Dia menyebutkan nama HI, perlu kami luruskan bahwa keterangan tersebut adalah keterangan yang tidak benar," kata Junaidi dalam keterangan tertulis, Jumat (29/10/2021).